Oleh :
Arif Prasetyo Jurusan Kimia FT
(Anggota Tim Riset Kemenristek BEM UNSRI)
Publikasi Hasil Riset
PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negeri yang kaya
akan sumber daya alam (energi) yang melimpah dan beraneka ragam jenisnya, baik
yang terkandung di dalam laut maupun perut bumi Indonesia. Namun sayang,
kekayaan alam tersebut tidak dikelola dengan bijak, berkeadilan dan terpadu.
Tak pelak kekayaan alam ini pun malah menjadi kutukan sumber daya alam (Resources
Curse) dan tidak bisa dinikmati secara murah/gratis oleh rakyatnya yang
sebagian besar miskin. Hal ini disebabkan kebijakan energi nasional dikelola
tanpa arah, antara satu sektor kebijakan dengan sektor lainnya seolah tidak
terkait satu sama lain. Begitu juga belum adanya payung hukum (undang-undang
induk energi) yang bisa mengatur kebijakan pengelolaan energi nasional
secara komprehensif.
Munculnya kelangkaan serta tiadanya
jaminan ketersediaan pasokan minyak dan gas (Migas) di negeri sendiri,
merupakan kenyataan paradoks dari sebuah negeri yang kaya sumber energi. Hal
ini antara lain disebabkan tingginya ketimpangan antara produksi dan konsumsi
energi nasional. Berdasarkan laporan Kementrian ESDM tahun 2009, rata-rata
produksi minyak bumi dan kondensat sebesar 963.269 barel per hari (bph).
Sedangkan laporan BP Migas, produksi minyak secara nasional pada tahun 2010
hanya naik pada kisaran 965.000 bph. Artinya terdapat angka kenaikan hanya
1.731 bph. Sementara kebutuhan konsumsi energi nasional sekitar 1.400.000 bph.
Artinya terdapat selisih cukup tajam antara tingkat produksi yang ideal dengan kebutuhan.
Selain itu, pesatnya pembangunan di bidang teknologi, industri, dan informasi
memicu peningkatan kebutuhan masyarakat akan energi. Energi
terbarukan mulai dikembangkan seiring dengan terbatasnya cadangan energi fosil
dan juga adanya dampak negatif pada lingkungan yang terjadi akibat penggunaan
energi fosil tersebut. Sehingga dunia dituntut untuk menggunakan energi yang
dapat berfungsi kontinu, serta ramah lingkungan demi berlangsungnya pembangunan
dan kehidupan manusia. Jika kita membandingkan penggunaan energi antara Indonesia
dengan Jepang, sudah barang tentu kita lebih besar, karena perbandingan jumlah
penduduk kita dengan Jepang sangat jauh. Memang dapat dijadikan
alasan bahwa borosnya energi kita ini bisa disebabkan oleh beberapa, yaitu:
Perilaku/gaya
hidup Masyarakat, merupakan salah satu
faktor penyebab tingginya konsumtifitas energi di negara kita, khususnya
terjadi pada masyarakat menengah ke atas. Kita lihat saja, banyak orang-orang
kaya memiliki lebih dari sepuluh rumah tinggal yang tidak dimanfaatkan sama
sekali dan kesepuluh rumah itu menyerap energi yang sama. Jadi bila dilakukan
perbandingan jumlah kepala keluarga dengan pemakaian energi maka hal ini
sungguh sulit terlihat berapa penyerapan energi perkeluarga. Oleh karenanya, gaya
hidup seperti ini juga menyebabkan tingginya penggunaan energi.
Kemampuan daya beli
Masyarakat, pada umumnya pemborosan energi terjadi
karena perlengkapan energi yang dimiliki oleh masyarakat yang sudah tua umur
pemakaiannya dan belum diganti dengan yang baru, untuk melakukan penghematan
listrik itu maka perabotan rumah tangga seharusnya diganti dengan yang baru
berlabel “Save Energy” atau “Ecolable”, namun hal ini sulit dilakukan karena
daya beli masyarakat yang rendah. Disamping itu biaya kebutuhan hidup pokok
serta pendidikan telah menghabiskan 90 % pendapatan mereka, oleh karenanya
mereka menunda mengganti perabot rumah tangga yang sudah uzur. Hal ini tidak
saja terjadi pada konsumtif energi rumah tangga, tetapi juga terjadi pada
konsumtif energi pada industri. Manajemen Energi, Sumber kelemahan pasokan
energi kita salah satunya disebabkan oleh manajemen yang tidak baik. Manajemen
yang benar adalah memiliki kemampuan untuk mencari solusi atas masalah yang
dihadapi. Para manajer di tingkat puncak maupun di tingkat bawah dan menengah
harus menghindari the lack of imagination (keterbatasan imajinasi), para
manajer yang terpilih adalah manusia yang cerdas dan dapat melihat atau
meramalkan posisi perusahaan/lembaga/organisasi di masa datang, karena salah
satu kredibilitas dari seorang manajer adalah kemampuan mengimajinasikan masa
depan. Jadi masalah energi jangan lagi mempersalahkan rakyat yang tidak efesien
dan efektif dalam penggunaan energi, tetapi ini merupakan kesalahan pemerintah
sendiri yang tidak siap menghadapi situasi mendatang
Manajemen Energi, Indonesia
masih kekurangan sumberdaya manusia yang handal dalam bidang pengelolaan
energi. Hal itu menyebabkan persoalan energi nasional tak pernah kunjung
selesai sampai saat ini. Melimpahnya cadangan sumber energi tidak serta merta
bisa dinikmati langsung oleh masyarakat, melainkan lebih banyak diatur oleh
bangsa lain. diperlukan manajemen SDM yang lebih baik dalam pengelolaan energi
ke depan. Pasalnya, pengelolaan energi nasional saat ini lebih banyak diatur
oleh bangsa lain. Pemerintah dinilainya tidak bisa berbuat banyak menyelesaikan
persoalan tersebut. Dicontohkan, produksi minyak, batubara dan gas bumi saat
ini lebih banyak diekspor daripada untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dan
industri dalam negeri. adangan pasokan energi yang ada saat ini seharusnya bisa
mendukung sektor industrialisasi di dalam negeri. Tidak semata-mata semua
energi dijual ke negara lain seperti China dan Singapura. Bayangkan jika gas
dan batubara kita hanya dijual dalam negeri saja. Lalu industri kita tumbuh,
dan menyerap banyak tenaga kerja,Bila pengelolaan energi kuat, maka industri
juga kuat. Artinya ada pengelolaan energy yang kurang baik oleh pemerintah.
Permasalahan
ini muncul seiring dengan kebutuhan manusia akan energi. Semakin maju kehidupan
manusia khususnya dalam bidang teknologi, maka semakin besar ketergantungan
manusia akan kebutuhan energi. Sehingga muncullah beberapa masalah yang mengganggu
ketersedian energi utama yang ada di bumi, oleh karena itu manusia harus
menemukan energy alternative lain atau dengan menganekaragamkan sumber energy
lain, sehingga penggunaan energi minyak dan gas akan dapat dikurangi dan
dihemat , bahkan dapat dialihkan menjadi energy lain.
Pemerintah
perlu melakukan audit yang benar terhadap manajemen energi di Indonesia, baik
itu sumber energi (minyak bumi, gas, dan batubara) dan Perusahaan Listrik
Negara. Audit ini dilakukan harus secara jujur dan tidak ditunggangi oleh
kepentingan orang-perorang, dan harus melibatkan masyarakat. Memaksimalkan
penggunaan energi terbarukan dan ramah lingkungan serta efesiensi dan
mengefektifkan sistem birokratisasi pemerintahan untuk menekan biaya. Semua
tergantung kepada pimpinan eksekutif dan para wakil rakyat, kedua lembaga ini
harus memiliki kemauan dan kesepahaman yang sama sehingga dapat terjalin
kerjasama.
Selain itu
akan dicapai tujuan utama saat ini yaitu akan terjadinya diversifikasi energi,
khususnya di Indonesia sehingga tidak akan terjadi ketergantungan yang cukup
berarti dengan bahan bakar fosil, dan kita mulai mengandalkan sumber energi
lain untuk kelangsungan hidup manusia.
1.4.
MANFAAT
Manfaat
dari diversifikasi energy ini adalah untuk memelihara sumber daya alam dengan
penganekaragaman sumber energy dan tidak mengandalkan energy minyak dan gas
yang selama ini digunakan, sehingga keseimbangan alam tetap terjaga seiring dengan berjalannya waktu namun tetap
tidak mengganggu kegiatan dan aktivitas manusia dalam menggunakan energy untuk
kelangsungan hidupnya.
1.5.
SISTEMATIKA PENULISAN
Sistematika
penulisan dimulai dengan pendahuluan pada bab satu yang menjelaskan. tentang
Latar belakang penelitian mengenai terjadinya peralihan sistem energi dunia
dari energi fosil menjadi energi terbarukan, dan energi angin yang potensial
dari energi terbarukan yang ada di Indonesia. Perumusan masalah menjelaskan
tentang masalah krisis energi yang dihadapi dunia secara umum dan di Indonesia
khususnya. Bab ini berisi juga tentang tujuan yang hendak dicapai, dan manfaat
yang diperoleh dari penelitian. Sistematika penulisan laporan, menjelaskan
penjelasan tiap bab pada laporan.
Dasar
teori dan tinjauan pustaka yang menjadi sumber referensi dalam tulisan ini
dijelaskan pada bab dua. Dasar teori ini menjelaskan berbagai masalah mengenai
masalah energi dan solusi yang dapat diajukan untuk mengurangi krisis energi.
Bab tiga pada penulisan laporan tugas akhir ini menerangkan tentang metodologi
penelitian yang digunakan untuk mengerjakan karya tulis ini. Yaitu menggunakan
metode pengumpulan jenis-jenis energy yang bisa diaplikasikan dan digunakan
sebagai calon pengganti energy fosil.
Bab empat menjelaskan analisa penggunaan energy-energi tersebut, baik
dalam sumber dan daya guna serta ketahanan energy tersebut. Bab lima menjelaskan
kesimpulan, dimana kesimpulan menjawab dari permasalahan yang ada. Saran
diperlukan untuk penelitian lebih lanjut dari tugas akhir ini juga akan
diterangkan pada bab lima.
1.6. METODE
PENGUMPULAN DATA
Data penulisan makalah ini diperoleh dengan metode studi kepustakaan. Metode
studi kepustakaan yaitu suatu metode dengan membaca telaah pustaka tentang kiat
sukses membus perguruan tinggi negeri. Selain itu, tim penulis juga memperoleh
data dari internet.
|
Potensi Energi Dunia |
Pemerintah
Indonesia pada saat ini sedang giatnya mendorong diversifikasi penggunaan
energi domestik kepada gas alam dan batubara. Program ini akan mengurangi
tekanan tambahan permintaan pada sumber energi minyak bumi. Inilah poin pertama
dari prioritas Program Aksi Ketahanan dan Kemandirian Energi dalam Visi dan
Misi SBY-Boediono dalam mengawali karir sebagai pemimpin di negeri ini. Sebagai
pihak idealis, mahasiswa adalah salah satu tonggak aspirasi yang tepat untuk
mengawal keberjalanan program para legisatif. Oleh sebabnya, fungsi tersebut
diharapkan agar dimplementasi secara signifikan. Dan sebagai pihak yang
mengawal, tak benar rasanya apabila tidak belajar untuk mengetahui apa yang
terjadi, memandang dari berbagai sisi, serta berpikir komprehensif. Indonesia
merupakan suatu negara kepulauan yang kaya akan sumber daya. Negara ini dihuni
oleh sekitar 240 juta jiwa yang
pertumbuhannya diperkirakan sebesar 1,5-2% per tahun.
Kekayaan energi Indonesia dapat dipaparkan secara singkat melalui tabel-tabel
berikut
.
Kebutuhan
energi semakin lama semakin meningkat. Setiap negara bersikeras untuk memenuhi
kebutuhan energi domestik, tak peduli apakah negara tersebut memiliki banyak
cadangan energi atau tidak. Di Indonesia, terjadi suatu ketimpangan eksplorasi
dan eksploitasi energi fosil. Terhitung bahwa rasio cadangan per produksi liquid
lebih kecil dari rasio cadangan per produksi gas, yakni 8,9 dan 16,3 secara
berurutan.
Atau dalam kata lain, kepunahan liquid akan lebih cepat diban-dingkan
dengan kepunahan gas. Hal ini mengindikasikan bahwa Indonesia harus segera
mengalihkan fokus pengelolaan energi fosil dari liquid ke gas, serta
memberdayakan potensi energi lainnya.
Namun
pada kenyataannya, tak dapat dipungkiri bahwa bahan bakar fosil merupakan bahan
bakar yang paling melimpah di seluruh dunia dan cukup lama dikembangkan,
sehingga banyak digunakan. Bahkan hingga tahun 2020 nanti, bahan bakar fosil
diramalkan akan tetap menjadi primadona. Terutama bahan bakar minyak dengan
dominasinya. Sehingga,
penting untuk mengenali lebih jauh kepada ketiga teratas hasil olahan bahan
bakar fosil tersebut.
- Minyak
Bumi (Oil)
Harga minyak di pasar dunia telah mengalami kenaikan berkali-kali.
Berawal dari krisis minyak pertama pada September 1973, ketika negara-negara
OPEC menahan produksi minyaknya hingga 19,8 juta barrel per hari. Akibatnya,
kenaikan harga minyak mencapai 300% dari 2,9 USD per barrel menjadi 11,65 USD.
Kemudian pada saat revolusi Iran tahun 1979 dan invasi Irak ke Kuwait tahun
1990 yang menyebabkan pengapalan minyak terganggu dan berdampak pada
berkurangnya beberapa persen suplai dari total pasar minyak dunia. Timur Tengah
mampu menaikkan harga minyak dengan drastisnya.
Krisis minyak kembali terjadi beberapa
dasawarsa berikutnya. Badai Katrina pada tahun 2005 menyebabkan beberapa kilang
produksi di Amerika rusak yang disusul dengan kerusuhan di negara produsen
minyak, Nigeria. Tak ayal harga minyak melonjak kembali, dari sekitar 47 USD per
barrel menjadi 65 USD. Namun jika diperhatikan, fluktuasi harga minyak sejak
tahun 2003 menunjukkan konsistensi kenaikan yang konstan.
Naik
turun harga minyak yang terjadi ternyata memiliki efek hebat pada dunia. Banyak
negara yang melakukan perubahan signifikan terhadap kebijakan energi
nasionalnya. Negara-negara tersebut telah menyadari bahwa minyak merupakan
komoditas energi yang amat rentan. Sehingga apabila mereka menggantungkan
pemenuhan energinya pada minyak, hal buruk yang sangat mungkin menimpa adalah
krisis ekonomi berkelanjutan.
- Gas
Alam (Natural Gas)
Pada awal pengembangannya yaitu periode
1980-an, gas alam di Indonesia lebih banyak digunakan untuk eskpor dalam bentuk
LNG, dengan tujuan Jepang, Korea Selatan dan Taiwan. Ekspor gas alam belakangan
dilakukan melalui pipa ke Singapura dan Malaysia. Peningkatan penggunaan gas
alam di dalam negeri terjadi karena peningkatan permintaan gas alam oleh
pembangkit tenaga listrik, industri, dan PT PGN (Perusahaan Gas Negara). Di
samping Indonesia memanfaatkan gas alam untuk kilang, sebagiannya adalah
terbakar. Secara umum, transportasi gas alam membutuhkan biaya dan persyaratan
teknis yang lebih tinggi dibandingkan transportasi minyak mentah, produk-produk
minyak (oil products) maupun batu bara. Hal ini karena karakteristik
alamiah gas alam itu sendiri, yang amat sulit ditransportasikan apabila masih
berada dalam fase gas. Untuk mempermudah transportasinya, gas perlu
dikom-presikan atau didinginkan terlebih dahulu sehingga densitas energinya
menjadi lebih besar dan lebih mudah didistribusi. Transportasi gas bumi pada
sistem jaringan transmisi dan distribusi gas alam yang telah dibangun dapat
dilakukan melalui jalur pipa gas, kapal LNG, kapal LPG, truk tangki, serta
melalui depo penyimpanan dan stasiun penjualan.
- Batu
Bara (Coal)
Indonesia
menjadi negara pengekspor batubara terbesar di dunia sepanjang tahun 2005-2006.
Ekspor tersebut mampu menutup 25 persen permintaan pasar batubara dunia.
Ironisnya, Indonesia merupakan konsumen batu bara terendah jika dibandingkan
dengan negara-negara produsen batubara lainnya, misal: Afrika Selatan,
Australia, dan India.
Hal ini diperparah dengan realita bahwa besarnya ekspor batu bara adalah lebih
dari tiga per empat total produksi batu bara Indonesia.
Karena UU Migas no. 22 ayat (1) tahun 2001 berbunyi, “Badan Usaha
atau bentuk Usaha Tetap wajib menyerahkan paling banyak 25% (dua puluh
lima persen) bagiannya dari hasil produksi Minyak Bumi dan/atau Gas Bumi untuk
memenuhi kebutuhan dalam negeri.” Negara-negara produsen batu bara umumnya
memprioritaskan untuk pemenuhan kebutuhan domestik. Sebagai contoh Amerika dan
Cina yang memanfaatkan lebih dari 95% hasil produksi untuk dikonsumsi
negaranya. Bahkan India memanfaatkan seluruh batu bara yang mereka miliki untuk
konsumsi domestik. Begitu pula yang terjadi di Rusia, Polandia, dan Afrika
Selatan. Lebih dari 70% produksi batu baranya digunakan untuk konsumsi dalam
negeri. Sementara kondisi di Indonesia sangat bertolak belakang, yakni 75%
batubara justru diarahkan menjadi komoditas ekspor andalan.
2.2.
Realita
energy Indonesia
Indonesia memiliki cadangan yang kecil dibanding dengan komoditas yang dimiliki
negara produsen lain-nya. Namun lebih kecil cadangan bukan berarti lebih
sedikit dalam volume ekspor. Selama beberapa tahun Indonesia justru tercatat
sebagai eksportir gas alam dan batu bara terbesar di dunia. Ketergantungan
Indonesia kepada bahan bakar minyak, keterbelakangan infrastruktur pengolahan
gas alam, serta ketidakbijakan rasio pemakaian dan ekspor batu bara
merefleksikan bahwa Indonesia harus segera bertindak efektif dalam
menanggulanginya. Sayangnya, pembenahan-pembenahan yang dilakukan pemerintah
saat ini bukanlah pembenahan hulu, melainkan penang-gulangan hilir nan relatif.
Pemerintah hanya di sekitar mengutak-atik APBN dan mengampanyekan hal-hal
kontemporer yang manfaatnya jauh lebih kecil ketimbang pembenahan sektor hulu
pengelolaan energi. Sebagai contoh adalah kampanye mematikan lampu selama satu
jam pada hari Bumi. Padahal, keberhasilan banyak negara dalam kebijakan
penghematan atau efisiensi energi ditentukan oleh kesuksesan dalam melakukan
penghematan energi pada sistem infrastruktur energi dan sistem pengawasannya.
Fakta berbicara, kebijakan diversifikasi energi Indonesia sejauh ini masih
menunjukkan suatu kebelumberhasilan. Pertumbuhan energi non-BBM cenderung
lamban dan masih tingginya konsumsi BBM.
Oleh karena itu, sangat dibutuhkan ketegasan pemerintah dalam mencanangkan
program-program diversifikasi energi beserta implementasinya di lapangan. Namun
ada beberapa hal yang menjadi keterbatasan pemerintah dalam mengembangkan
sumber energi lainnya, antara lain: sistem pengelolaan energi, pengadaan
infrastruktur, masterplan implementasi, dan investasi.Keempat hal inilah
yang juga menjadi tugas mahasiswa, sebagai iron stock sekaligus agent
of change. Maka, dari sekarang mahasiswa perlu mengawal dan mengkritisi,
serta mengusulkan solusi mengenai apa yang telah dilakukan oleh pemerintah
dalam mendiversifikasikan penggunaan energi, agar para mahasiswa tak mengulangi
kesalahan yang sama di masa mendatang. Segala upaya ini harus dilakukan bersama
dan secara sinergis dalam rangka menuju kemandirian energi Indonesia, untuk
mewujudkan Indonesia yang sejahtera, adil, dan makmur.
Pada tahun 2010, konsumsi bahan bakar total di Indonesia
diperkirakan mencapai hampir 2 juta barrel per hari jauh melampaui kapasitas
produksi nasional sekitar 1 juta barrel per hari. Sehingga mutlak diperlukan
pencarian teknologi yang bisa mendukung terwujudnya ketahanan energy nasional,
dengan meminimalkan dampak terhadap lingkungan dan mengurangi ketergantungan
pada bahan bakar minyak. Khususnya karena kebutuhan sektor kelistrikan dan
sektor transportasi tumbuh dengan cepat. Dengan landasan pemikiran ini, semakin
dirasakan perlunya penggunaan energy baru terbarukan secara bertahap untuk
memenuhi kebutuhan energy nasional. Penggunaan energy baru terbarukan selain
untuk mengurangi ketergantungan akan sumber energy fosil juga karena tuntutan
akan komitmen atas penggunaan energy bersih berdasarkan Protokol Tokyo
Masalah lain yang dihadapi Indonesia
adalah produksi minyak bumi kita cenderung menurun sehingga Indonesia sudah
menjadi negara pengimpor minyak terutama untuk memenuhi kebutuhan transportasi.
Harga minyak bumi untuk pembangkit listrik sangat mahal dan cenderung naik.
Bahkan setiap saat itu bisa meroket karena cadangan Indonesia dan dunia terus
berkurang. Minyak bumi Indonesia diperkirakan akan habis sebelum 2025.
Kementerian ESDM berusaha memperlambat laju penurunan produksi minyak bumi pada
2011 dari 12% menjadi 3% dengan optimalisasi lapangan yang ada dan pengembangan
lapangan baru. Indonesia masih beruntung memiliki sumber energi lain, yaitu gas
dan batu bara. Cadangan batu bara saat ini sebesar 19,3 miliar ton dengan
target produksi 2010 adalah 320 juta ton. Apabila produksi batu bara stabil dan
cadangan baru batu bara lapisan dalam sulit diambil, umur produksi batu bara
hanya 60,3 tahun. Umur produksi gas alam juga tidak jauh dari batu bara, yaitu
59 tahun berdasarkan status 2008 mencapai 170 tscf (trillion standard cubic
feed – satuan volume gas) dan produksi per tahun mencapai 2,87 tscf. Meskipun
ditemukan cadangan baru, produksi puncak minyak bumi dan gas tidak bisa
ditingkatkan setelah 2010. Bahkan kecenderungannya akan menurun sampai habis.
Bila produksi batu bara ditingkatkan untuk menggantikan sumber energi minyak
bumi dan gas, puncak produksi diperkirakan terjadi sebelum 2040. Kemudian
produksi akan menurun 6% sampai dengan 10 % setiap tahun sampai 2080..
1.
Energi Panas
Bumi (geothermal)
Indonesia
mempunyai potensi panas bumi sangat besar, 30-40 % potensi sumberdaya panas
bumi dunia, tersebar di kepulauan Indonesia. Potensi sumberdaya dan cadangan
panas bumi Indonesia diperkirakan sebesar 28.170 MW. Cadangan diperkirakan
setara dengan 14.730 MW terdiri dari cadangan terbukti 2.288 MW, cadangan
mungkin 1.050 MW dan cadangan terduga 11.392 MW. Pada tahun 2025 ditargetkan
pemanfaatan energy panas bumi sebesar 9.500 MW. Sebagai daerah vulkanik,
wilayah Indonesia sebagian besar kaya akan sumber energi panas bumi. Jalur
gunung berapi membentang di Indonesia dari ujung Pulau Sumatera sepanjang Pulau
Jawa, Bali, NTT, NTB menuju Kepulauan Banda, Halmahera, dan Pulau Sulawesi.
Panjang jalur itu lebih dari 7.500 km dengan lebar berkisar 50-200 km dengan
jumlah gunung api baik yang aktif maupun yang sudah tidak aktif berjumlah 150
buah. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di sepanjang jalur itu,
terdapat 217 daerah prospek panas bumi. Potensi energi panas bumi total adalah
19.658 MW dengan rincian di Pulau Jawa 8.100 MW, Pulau Sumatera 4.885 MW, dan
sisanya tersebar di Pulau Sulawesi dan kepulauan lainnya. Sumber panas bumi
yang sudah dimanfaatkan saat ini adalah 803 MW. Biasanya data energi panas bumi
dapat dikelompokkan ke dalam data energi cadangan dan energi sumber. Biaya
investasi ada dua macam, yang pertama biaya eksplorasi dan pengembangan sebesar
500-1.000 dollar AS/kW. Yang kedua, biaya pembangkit sebesar 1.500 dollar/kW
(kapasitas 15 MW), 1.200 dollar/kW (kapasitas 30 MW), dan 910 dollar/kW
(kapasitas 55 MW). Untuk biaya energi dari panas bumi adalah 3-5 sen/kWh
.
2.
Energi surya
Menurut data ESDM , potensi energy surya di Indonesia adalah
4,8 kWh/hari. Sedangkan menurut penelitian BBPT yang dilakukan di Sulawesi
Tenggara, didapat energy harian antara 2 sampai 7 kWh per meter persegi per
hari dengan rata-rata harian 5,16kWh per meter persegi per harinya. Jika
diproyeksikan 10 % dari luas daratan Indonesia (sekitar 192.257 kilometer
persegi) dipasang sel surya yang memiliki efisiensi 15 %, maka daya yang dapat
dibangkitkan adalah 30.000 GWh per hari. Merupakan 30 % dari kebutuhan energy
nasional pada tahun 2010 (100.000 GWh) atau 6 % proyeksi kebutuhan tahun 2025
yaitu sebesar 500.000 GWh.
3.
Energi hidro
Menurut data ESDM,
potensi hidro yang ada di Indonesia untuk skala besar teridentifikasi 75 GW
dengan kapasitas terpasang 57 GW atau hanya termanfaatkan 7,54 %. Sedangkan
untuk energy hidro skala kecil, Indonesia mempunyai potensi sebesar 769,7 MW
dan baru dimanfaatkan sebesar 217,7 MW atau sekitar 28,31 %. Direncanakan pada
tahun 2025 pemanfaatan mikrohidro sebesar 950 MW.
4.
Energi angin
Lokasi yang paling
potensial adalah Indonesia bagian timur dengan rata-rata kecepatan angin
sebesar 7 m/s. Diproyeksikan pada tahun 2025 pemanfaatan energy angin sebesar
275 MWp.
5.
Energi laut
Indonesia mempunyai potensi yang sangat besar,
khususnya Indonesia bagian timur yaitu sekitar 1.650 MW. Energi
samudra ada tiga macam, yaitu energi panas laut, energi pasang surut, dan
energi gelombang. Di Indonesia, potensi energi samudra sangat besar karena
Indonesia adalah negara kepulauan yang terdiri dari 17.000 pulau dan garis
pantai sepanjang 81.000 km dan terdiri dari laut dalam dan laut dangkal.
Prinsip energi panas laut yaitu dengan menggunakan beda temperatur antara
temperatur di permukaan laut dan temperatur di dasar laut, energi pasang surut
dengan menggunakan prinsip beda ketinggian antara laut pasang terbesar dan laut
surut terkecil, sedangkan energi gelombang adalah dengan menggunakan prinsip
besar ketinggian gelombang dan panjang gelombang. Dengan prinsip-prinsip di
atas, maka dengan menggunakan turbin akan dihasilkan energi listrik. Potensi
energi panas laut di Indonesia bisa menghasilkan daya sekitar 240.000 MW,
sedangkan untuk energi pasang surut dan energi gelombang masih sulit diprediksi
karena masih banyak ragam penelitian yang belum bisa didata secara rinci.
Ketiga energi samudra di atas di Indonesia masih belum terimplementasikan
karena masih banyak faktor sehingga sampai saat ini masih taraf wacana dan
penelitian penelitian. Biaya investasi belum bisa diketahui di Indonesia tetapi
berdasarkan uji coba di beberapa negara industri maju adalah berkisar 9 sen/kWh
hingga 15 sen/kWh.
5.1.Listrik tenaga pasang surut
Teknologi
pembangkit listrik pasang surut (PLPS) ini mungkin sudah dikuasai penuh oleh
bangsa Indonesia. Pada prinsipnya teknologi tersebut tidak berbeda dengan
pembangkit listrik tenaga air (PLTA) seperti yang diterapkan di Waduk Jatiluhur
dan waduk-waduk lainnya, yakni air laut ketika pasang ditampung dalam suatu
wilayah yang dibendung dan pada waktu pasang surut air laut dialirkan kembali
ke laut. Pemutaran turbin dilakukan dengan memanfaatkan aliran air ketika masuk
ke dalam dam dan ketika keluar dari dam menuju laut. Kendala utama penerapan
teknologi PLPS ini ada dua. Pertama, pemerintah belum pernah memanfaatkan
energi pasang surut ini untuk menghasilkan listrik sehingga tenaga ahli
Indonesia yang telah menguasai teknologi pembangkit listrik tenaga air belum
pernah merancang dan menerapkan atau membangun secara langsung dari awal.
Kedua, pembangunan ini akan merendam wilayah yang luas, apalagi bila harus
merendam beberapa desa di sekitar muara atau kolam. Di sini kemudian akan
muncul masalah sosial, bukan hanya masalah teknologi. Kapasitas listrik yang
dihasilkan PLPS ini sebaiknya untuk kapasitas besar, di atas 50 megawatt, agar
bisa ekonomis seperti PLTA. Sumber energi PLPS ini banyak berada wilayah timur
Indonesia, mulai Ambon hingga Papua. Di wilayah itu kebutuhan listrik masih
kecil dan membutuhkan power cable bawah laut yang sangat panjang untuk bisa
membawa listrik ke Pulau Sulawesi yang membutuhkan listrik dalam jumlah besar.
Di negara lain, beberapa pembangkit listrik sudah beroperasi menggunakan ide
itu. Salah satu PLPS terbesar di dunia terdapat di muara Sungai Rance di
sebelah utara Prancis.
5.1.Listrik tenaga air pasang laut
Perbedaan temperatur di bawah laut
sebenarnya telah menjadi ide pemanfaatan energi dari laut. Kita tentu menyadari
jika kita menyelam semakin dalam ke bawah permukaan, airnya akan semakin
dingin. Temperatur di permukaan laut lebih hangat karena panas dari sinar
matahari diserap sebagian oleh permukaan laut. Tapi di bawah permukaan,
temperatur akan turun dengan cukup drastis. Itulah sebabnya penyelam
menggunakan pakaian khusus selam ketika menyelam jauh ke dasar laut. Pakaian
khusus tersebut dapat menangkap panas tubuh sehingga menjaga mereka tetap
hangat. Nah, pembangkit listrik dapat memanfaatkan perbedaan temperatur
tersebut untuk menghasilkan energi. Pemanfaatan sumber energi jenis ini disebut
dengan konversi energi panas laut atau ocean thermal energy conversion (OTEC).
Proyek-proyek demonstrasi dari OTEC sudah terdapat di Jepang, India, dan
Hawaii.
5.3. Tenaga listrik tenaga gelombang air laut.
Peneliti Universitas Oregon
memublikasikan temuan teknologi terbarunya yang diberi nama permanent magnet
linear buoy. Diberi nama buoy karena memang pada prinsip dasarnya teknologi
terbaru tersebut dipasang untuk memanfaatkan gelombang laut di permukaan. Itu
berbeda dengan buoy yang digunakan untuk mendeteksi gelombang laut yang
menyimpan potensi tsunami. Peneliti Oregon menjelaskan prinsip dasar buoy
penghasil listrik tersebut yaitu beroperasi dengan mengapung di permukaan.
Gelombang laut yang terus mengalun dan berirama bolak-balik dalam buoy itu akan
diubah menjadi gerakan harmonis listrik.
Sekilas bila dilihat dari bentuknya, buoy itu mirip dengan dinamo
sepeda. Bentuknya silindris dengan perangkat penghasil listrik pada bagian
dalamnya. Buoy diapungkan di permukaan laut dengan posisi sebagian tenggelam
dan sebagian lagi mengapung. Kuncinya terdapat pada perangkat elektrik yang
berupa koil (kumparan yang mengelilingi batang magnet di dalam buoy). Saat
ombak mencapai pelampung, pelampung tersebut akan bergerak naik dan turun
secara relatif terhadap batang magnet sehingga bisa menimbulkan beda potensial
dan listrik dibangkitkan. Tentu saja agar dapat bergerak koil tersebut
ditempelkan pada pelampung yang dikaitkan ke dasar laut. Dalam percobaan sistem
itu diletakkan kurang lebih 1-2 mil laut dari pantai. Kondisi ombak yang cukup
kuat dan mengayun dengan gelombang yang lebih besar akan menghasilkan listrik
dengan tegangan yang lebih tinggi. Berdasarkan hasil penelitian Universitas
Oregon, setiap pelampung mampu menghasilkan daya sebesar 250 kilowatt.
Penjelasan di atas menggunakan teknik koil yang bergerak naik turun, tetapi
bisa juga dengan teknik batang magnet yang bergerak naik turun. Pilihan kedua
dengan menggunakan pelampung, penempatan koil dan batang magnet bisa juga
ditempatkan di dasar atau di permukaan laut.
5.4. Energi ganggang laut
Alga atau dikenal
sebagai tanaman ganggang termasuk tumbuhan yang bisa tumbuh di perairan mana
saja. Selain tidak memerlukan air tawar untuk tumbuh, alga dapat ditanam di
lahan yang tidak subur dan perairan laut dangkal yang banyak terdapat di
Indonesia yang notabene beriklim tropis. Walaupun tidak memerlukan lahan luas,
potensi hayati yang dimiliki alga dinilai luar biasa oleh para ahli biologi.
Beberapa waktu lalu, pemerintah Amerika Serikat mengumumkan akan mengambil
sumber hayati tersebut sebagai salah satu cadangan untuk menggantikan BBM fosil,
yang dalam waktu tidak lama diperhitungkan akan habis dari perut bumi.
Sebagaimana diketahui, mikroalga menggunakan sinar matahari, air, dan karbon
dioksida untuk menghasilkan oksigen dan bioenergi melalui fotosintesis.
Tanaman, yang tampak tumbuh di permukaan air, dapat dibudidayakan pada lahan
marginal di kolam terbuka atau di mesin-mesin khusus yang disebut inkubasi
photobioreactors, yang menggunakan emisi karbon dioksida dari industri makanan.
Sesuai dengan hasil penelitian, ganggang disebut-sebut lebih produktif daripada
tanaman lain karena mereka terus membuat bahan bakar terlepas dari cuacanya.
Semua kebutuhan bahan bakar transportasi Amerika Serikat secara teori bisa
dipenuhi ganggang yang dibudidayakan di suatu daerah seukuran negara Belgia.
Tanaman itu merupakan salah satu 'generasi kedua' dari bioenergi, yang
dirancang untuk mengatasi kekurangan bahan bakar dari biji-bijian.
Hebatnya, selain bisa dimanfaatkan sebagai bioenergi atau bahan bakar minyak,
alga juga ternyata bisa menjadi sumber listrik yang potensial dan cukup
berharga bagi kehidupan masa depan manusia. Para ahli bioelektro dari Stanford
University, AS, dan Yonsei University, Seoul, Korea Selatan, beberapa waktu
lalu, ternyata menemukan sumber energi listrik masa depan yang dihasilkan dari
sel alga. Minyak merupakan sumber energi utama di Indonesia.
Pemakaiannya terus meningkat baik untuk komoditas ekspor yang menghasilkan
devisa maupun untuk memenuhi kebutuhan energi dalam negeri. Sementara
cadangannya terbatas sehingga pengelolaannya harus dilakukan seefisien mungkin.
Karena itu, ketergantungan akan minyak bumi untuk jangka panjang tidak dapat
dipertahankan lagi sehingga perlu ditingkatkan pemanfaatan energi baru dan
terbarukan. Energi baru dan terbarukan adalah energi yang pada umumnya sumber
daya nonfosil yang dapat diperbarui atau bisa dikelola dengan baik, maka sumber
dayanya tidak akan habis. Sumber energi yang termasuk dalam energi baru dan
terbarukan antara lain energi panas bumi, energi air, energi surya, energi
angin, energi biomassa/biogas, energi samudra, fuel cell (sel bahan bakar), dan
energi nuklir. Tetapi, tulisan ini hanya akan menyoroti sebagian saja.
6. Energi
Nuklir
Diantara pro dan kontra, energy nuklir dinilai merupakan
salah satu solusi karena tingkat emisi CO2 nya yang rendah yaitu sebesar 25 gram CO2/kwh. Menurut
skenario EBTKE, pada tahun 2025 energi nuklir menyumbangkan energy sebesar 55,8
juta SBM (Setara Barrel Minyak). Setelah melihat
estimasi baik permintaan terbaik maupun pesimistis dan ketersediaan sumber energi
fosil, peningkatan kebutuhan energi listrik nasional akan bisa diatasi sampai
2025. Setelah itu, tantangan lebih berat
akan datang pada saat kondisi buruk produksi batu bara tidak bisa naik dan
malah berkurang. Untuk mengatasi hal ini, jauh sebelum kondisi buruk terjadi,
pemerintah perlu melakukan penelitian, pengembangan, dan demonstrasi (PPD)
energi nuklir dan energi terbarukan (ET). Pasalnya pada masa mendatang
diperlukan pembangkit listrik ET dalam jumlah besar sehingga strategi PPD perlu
segera dipastikan untuk mengatasi masalah ketersediaan energi listrik nasional
dalam mendukung usaha peningkatan perekonomian nasional. Polemik energi nuklir
memerlukan waktu yang panjang untuk diselesaikan sehingga target operasi PLTN
bisa diundur sampai 2025-2030. PPD energi terbarukan perlu segera
direalisasikan terutama sumber energi geotermal, matahari, dan bayu. Target
kebutuhan kapasitas energi listrik 2025 akan lebih mudah dipenuhi dari pada
2050. Meskipun sumber energi geotermal,
matahari, dan bayu dikembangkan secara maskimal, total kapasitas ketiga energi
tersebut ditambah sumber energi air dan energi hanya bisa mencapai sekitar 80
Gwe. Padahal estimasi terbaik sumber energi batu bara dan gas hanya sekitar 80
Gwe. Artinya hampir sama sehingga total kapasitas menjadi 160 Gwe pada 2050.
Estimasi terbaik ini belum bisa memenuhi estimasi terburuk permintaan kapasitas
energi listrik nasional sehingga diperlukan sumber energi nuklir sebesar paling
tidak 40 Gwe. Kebutuhan kapasitas PLTN total 40 Gwe sulit direalisasikan selama
polemik energi nuklir belum selesai. Bangsa ini memerlukan gotong royong semua
energi yang dimiliki, untuk mewujudkan peningkatan perekonomian nasinal secara
terus-menerus, paling tidak sampai 2050.
Indonesia
saat ini boleh dibilang sedang krisis energi. pemakaian energi yg tiap tahun
trus bertambah tidak diimbangi dengan pembangkit energi, malahan energi yg
dihasilkan trus menurun karena faktor efisiensi dari pebangkit yg jg menurun.
blom lagi kebanyakan energi Indonesia ditopang oleh bahan bakar fosil yg
semakin hari harganya semakin melambung. Banyak energi alternatif seperti
angin, matahari dan gelombang laut yang juga blom dimanfaatkan di Indonesia.
tetapi jika dianfaatkanpun energi2 tersebut sangat fluktuatif, sehingga tidak
dapat diharapkan kontinuitasnya. Energi nuklir yang banyak digunakan di negara2
maju asih blom ditrima di Indonesia dengan berbagai alasan. Padahal energi
nuklir selain murah juga tidak ada emisi gas CO2 seperti pada pebangkit
berbahan bakar fosil. Alasan mengenai limbah nuklir yg bisa mencemari
lingkungan itu salah, karena limbah nuklir tidak pernah dibuang tetapi
disimpan, dan libah nuklir sendiri masih bernilai ekonomis tinggi. bayangkan
saja 1 gram Uranium dapat menghasilkan energi setara 10.000 ton batubara. masalah lain yg sering diangkat juga mengenai
bahaya radiasi. radiasi dari reaktor nuklir tidak lebih besar daripada radiasi
pada televisi di rumah kita. Kebutuhan energi nasional dari tahun ke tahun
semakin meningkat, terutama kebutuhan energi listrik. Peningkatan tersebut
sejalan dengan laju pertumbuhan ekonomi, laju pertumbuhan penduduk, dan
pesatnya perkembangan sektor industri. Untuk memenuhi kebutuhan energi nasional
tidak cukup hanya mengandalkan sumber energi yang ada, karena sumber energi
kita sudah banyak terkuras selama beberapa tahun terakhir.
Untuk itu,
perlu mencari sumber sumber energi alternatif yang lain yang cukup potensial
untuk menggantikannya, misalnya energi baru dan terbarukan
.
Energi nuklir adalah energi baru yang perlu dipertimbangkan karena energi ini
bisa menghasilkan energi yang dalam order yang besar sampai ribuan megawatt,
tetapi harus memerhatikan beberapa aspek. Aspek itu antara lain aspek
keselamatan, sosial, ekonomi, teknis, sumber daya manusia, dan teknologi.
Program energi nuklir biasanya harus melalui beberapa tahapan yang terencana
dan dilaksanakan secara berkesinambungan. Di samping kegiatan utama diperlukan
juga kegiatan pendukung yang lain, misalnya, kegiatan penelitian/studi
pengembangan teknologi nuklir, kegiatan/studi daur ulang bahan bakar nuklir,
pengaturan/perizinan dalam bidang nuklir serta pendidikan dan pelatihan. Hal
ini juga harus melibatkan beberapa institusi pemerintah, universitas,
organisasi sosial, LSM, dan lain-lain.
Sebetulnya
sejak tahun 1972 proyek studi energi nuklir sudah dipikirkan oleh badan
pemerintah yang berkompeten di bidang ini, yaitu Batan. Hanya saja masih banyak
kendalanya untuk diimplementasikan. Berdasarkan informasi pemasok PLTN besarnya
biaya modal/investasi pada tahun 1992 untuk PLTN konvensional berbagai jenis
dan ukuran (600-1.000 MW) berkisar 1.530-2.200 dollar/kW. Adapun biaya
pembangkit tergantung kapasitasnya, yaitu kapasitas 600 MW biayanya berkisar
55,2-61,2 mills/kWh, kapasitas 900 MW biayanya berkisar 47,4-56,4 mills/kWh.
Dari beberapa studi, harga bahan bakar hasilnya bervariasi, NEWJEC 1992 sebesar
5,9-6,6 mills/kWh, Batan 1992 sebesar 15 mills/kWh, dan Krebs et. Al/Siemens
1993 sebesar 11,2 mills/kWh, sedangkan biaya operasi dan pemeliharaan sebesar
77 dollar/kW.
7. Energi
air
Indonesia
memiliki potensi besar untuk pengembangan pembangkit listrik tenaga air. Itu
disebabkan kondisi topografi Indonesia bergunung dan berbukit serta dialiri
oleh banyak sungai dan daerah daerah tertentu mempunyai danau/waduk yang cukup
potensial sebagai sumber energi air. Pembangkit listrik tenaga air (PLTA)
adalah salah satu teknologi yang sudah terbukti (proven), tidak merusak
lingkungan, menunjang diversifikasi energi dengan memanfaatkan energi
terbarukan, menunjang program pengurangan pemanfaatan BBM, dan sebagian besar
memakai kandungan local. Besar potensi energi air di Indonesia adalah 74.976
MW, sebanyak 70.776 MW ada di luar Jawa, yang sudah termanfaatkan adalah
sebesar 3.105,76 MW sebagian besar berada di Pulau Jawa. Pembangunan setiap
jenis pembangkit listrik didasarkan pada kelayakan teknis dan ekonomis dari
pusat listrik serta hasil studi analisis mengenai dampak lingkungan. Sebagai
pertimbangan adalah tersedianya sumber energi tertentu, adanya kebutuhan
(permintaan) energi listrik, biaya pembangkitan rendah, serta karakteristik
spesifik dari setiap jenis pembangkit untuk pendukung beban dasar (base load)
atau beban puncak (peak load). Selain PLTA, energi mikrohidro (PLTMH) yang
mempunyai kapasitas 200-5.000 kW potensinya adalah 458,75 MW, sangat layak
dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan tenaga listrik di daerah pedesaan di
pedalaman yang terpencil ataupun pedesaan di pulau-pulau kecil dengan daerah
aliran sungai yang sempit. Biaya investasi untuk pengembangan pembangkit
listrik mikrohidro relatif lebih murah dibandingkan dengan biaya investasi
PLTA. Hal ini disebabkan adanya penyederhanaan standar konstruksi yang
disesuaikan dengan kondisi pedesaan. Biaya investasi PLTMH adalah lebih kurang
2.000 dollar/kW, sedangkan biaya energi dengan kapasitas pembangkit 20 kW (rata
rata yang dipakai di desa) adalah Rp 194/kWh
.
8. Energi
Biomassa
Biomassa
merupakan sumber energi primer yang sangat potensial di Indonesia, yang
dihasilkan dari kekayaan alamnya berupa vegetasi hutan tropika. Biomassa bisa
diubah menjadi listrik atau panas dengan proses teknologi yang sudah mapan.
Selain biomassa seperti kayu, dari kegiatan industri pengolahan hutan,
pertanian dan perkebunan, limbah biomassa yang sangat besar jumlahnya pada saat
ini juga belum dimanfaatkan dengan baik. Munisipal solid waste (MSW) di
kota-kota besar merupakan limbah kota yang utamanya adalah berupa biomassa,
menjadi masalah yang serius karena mengganggu lingkungan adalah potensi energi
yang bisa dimanfaatkan dengan baik. Limbah biomassa padat dari sektor
kehutanan, pertanian, dan perkebunan adalah limbah pertama yang paling
berpotensi dibandingkan misalnya limbah limbah padi, jagung, ubi kayu, kelapa,
kelapa sawit dan tebu. Besarnya potensi limbah biomassa padat di seluruh
Indonesia adalah 49.807,43 MW.
Selain limbah
biomassa padat, energi biogas bisa dihasilkan dari limbah kotoran hewan,
misalnya kotoran sapi, kerbau, kuda, dan babi juga dijumpai di seluruh provinsi
Indonesia dengan kuantitas yang berbeda-beda. Pemanfaatan energi biomassa dan
biogas di seluruh Indonesia sekitar 167,7 MW yang berasal dari limbah tebu dan
biogas sebesar 9,26 MW yang dihasilkan dari proses gasifikasi. Pada tahun 1995
Departemen Pertambangan dan Energi melaporkan dalam Rencana Umum Pengembangan
Energi Baru dan Terbarukan bahwa produksi etanol sebagai bahan baku tetes
mencapai 35-42 juta liter per tahun. Jumlah itu akan mencapai 81 juta liter per
tahun bila seluruh produksi tetes digunakan untuk membuat etanol. Saat ini
sebagian dari produksi tetes tebu Indonesia diekspor ke luar negeri dan
sebagian lagi dimanfaatkan untuk keperluan industri selain etanol. Biaya
investasi biomassa adalah berkisar 900 dollar/kW sampai 1.400 dollar/kW dan
biaya energinya adalah Rp 75/kW-Rp 250/kW
.
9.
Sel Bahan Bakar (Fuel Cell)
Bahan baku
utama sebagai sumber energi sel bahan bakar adalah gas hidrogen. Gas hidrogen
dapat langsung digunakan dalam pembangkitan energi listrik dan mempunyai
kerapatan energi yang tinggi. Beberapa alternatif bahan baku seperti methane,
air laut, air tawar, dan unsur-unsur yang mengandung hidrogen dapat pula
digunakan namun diperlukan sistem pemurnian sehingga menambah jumlah cost
system pembangkitnya. Biaya investasi belum bisa diketahui karena masih banyak
penelitian yang sangat bervariasi yang belum bisa dipakai sebagai patokan
.
Padahal dalam Renewables Global
Status Report 2010, terlihat bahwa dalam skala global terjadi peningkatan
kapasitas yang signifikan yang menggambarkan keberanian banyak Negara mengambil
peran dalam menguasai teknologi energy terbarukan. Keberanian tersebut
beralasan mengingat trend harga minyak yang terus naik. Sehingga jelas
mengindikasikan energy baru terbarukan akan memainkan peran penting dalam waktu
yang tidak lama lagi. Pemerintah perlu memberikan perhatian nyata dalam
investasi energy baru terbarukan sehingga tidak hanya sebagai pengguna ketika
energy ini memainkan peranannya. Berbagai rangsangan dan kemudahan perlu dibuka
agar sektor swasta tertarik masuk ke sektor ini. Memang banyak dari sumber
energy tersebut belum menemui harga keekonomiannya, karena harga minyak masih
lebih kompetitif. Tapi saat ini merupakan saat tertepat untuk memulai agar
Indonesia tidak terlambat dan hanya masuk sebagai good user seperti cerita minyak.
Investasi teknologi adalah suatu
keniscayaan agar Indonesia mampu memiliki kemandirian energy. Peluang besar
terbuka di sektor energi terbarukan seperti Sel Surya, Geothermal, Mikrohidro,
Bioenergi ataupun angin. Pastinya kita akan sangat bangga melihat anak bangsa
memasang pembangkit panas bumi atau produk energy baru terbarukan lainnya di
Amerika Serikat, Eropa atau negeri lainnya. Sesudah sekian lama ladang minyak dalam
negeri justru dikelola oleh Chevron, Exxon, Petrochina dan lainnya. Sedangkan
sebagai pemilik, anak bangsa Indonesia hanya menjadi buruh yang bekerja di
garda depan menantang maut, atau yang lebih miris sebagai penduduk diluar
tembok yang mengais sisa-sisa eksplorasi kekayaan alamnya sendiri.
Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki komitmen
tinggi untuk mengurangi emisi gas rumah kaca. Sebelum Konferensi Perubahan
Iklim di Kopenhagen, Denmark, Indonesia telah menetapkan target reduksi emisi
sebesar seperempat dari level yang ada pada saat ini sampai dengan tahun 2020.
Hal ini memiliki konsekuensi pada kebutuhan untuk mengembangkan efisiensi
energi dalam berbagai sektor pembangunan dan kehidupan masyarakat. Usaha untuk
mencapai pemakaian energi yang efisien di Indonesia menghadapi tantangan yang
cukup berat. Data Statistik Ekonomi Energi Kementerian ESDM menggambarkan bahwa
elastisitas pertumbuhan konsumsi energi terhadap Pertumbuhan Domestik Bruto
(PDB) rata-rata dalam rentang tahun 1991-2005 mencapai 2,02. Angka tersebut
menunjukkan bahwa pertumbuhan PDB masih bergantung pada pertumbuhan konsumsi
energi yang besar (elastisitas energi yang diharapkan kurang dari 1, yang
menunjukkan tingkat efisiensi tinggi). Walaupun intensitas penggunaan energi
relatif tinggi, namun konsumsi energi per kapita di Indonesia relatif rendah.
Indeks intensitas energi Indonesia mencapai 470, sementara konsumsi energi per
kapita adalah 0,467. Bandingkan dengan Jepang, intensitas energi 92,8 sementara
konsumsi energi per kapita-nya adalah 4,14. Angka tersebut memperkuat gambaran
bahwa penggunaan energi di Indonesia belum produktif dan belum merata. Untuk
mengembangkan efisiensi energi, selain mendorong pertumbuhan ekonomi, Indonesia
juga harus mengurangi pertumbuhan konsumsi energi. Pengurangan angka pemakaian
energi adalah dengan melakukan langkah efisiensi, konservasi dan diversifikasi
energi. Hal ini menuntut peran para pihak secara luas, terutama sektor-sektor
yang mengkonsumsi energi dalam skala besar.
Langkah efisiensi energi tersebut sangat penting agar sumber
daya yang terbatas bisa digunakan untuk kepentingan masyarakat luas, terutama
bagi masyarakat yang belum beruntung mendapatkan pelayanan energi. Dalam
konteks perubahan iklim, langkah efisiensi energi ini adalah bagian dari
komitmen bersama dalam mengurangi laju emisi global, dimana Indonesia merupakan
salah satu negara emiter terbesar. Saat ini, sektor ketenagalistrikan merupakan
tulang punggung dari mesin pertumbuhan ekonomi nasional. Sektor ini menjadi
salah satu konsumen energi fosil terbesar, dimana 38% total emisi
karbondioksida dunia berasal dari sektor ketenagalistrikan. Pemerintah
Indonesia menyadari bahwa agenda efisiensi energi adalah agenda yang mendesak.
Agenda ini tidak akan berjalan tanpa dukungan dari konsumen listrik untuk melak
ukan penghematan dari sisi permintaan, baik konsumen skala industri maupun
rumah tangga. Upaya ini juga bukanlah
suatu hal yang mudah. Kompleksitas masalah dalam pengembangan hemat energi ini
menyangkut masalah struktural seperti integrasi kebijakan hemat energi dalam
kerangka umum pengembangan energi nasional serta investasi yang masih rendah di
sektor ketenagalistrikan.
Sementara itu, penghematan energi
pada sektor industri juga membutuhkan investasi besar dalam perubahan teknologi
yang lebih ramah lingkungan. Gaya hidup dan budaya masyaakat yang masih boros
energi merupakan salah satu masalah pening yang perlu diatasi. Langkah hemat
energi tidak mungkin bisa tercapai hanya dengan mengandalkan peran pemerintah
saja, namun harus menjadi gerakan masyarakat untuk mempromosikan gaya hidup
hemat energi sebagai bagian dari budaya masyarakat. Hal tersebut juga perlu
didukung melalui pengembangan pengetahuan untuk promosi produk-produk hemat
energi yang mampu menjangkau masyarakat luas. Dua buah isu
global yang sering diperbincangkan masyarakat Indonesia dan dunia adalah
mengenai krisis energi dan pemanasan global. Krisis energi yang dampaknya
langsung bisa dirasakan adalah tingginya harga bahan bakar. Hal ini didorong
oleh kenyataan bahwa kebutuhan (konsumen) terhadap bahan bakar semakin
meningkat dengan pesat, sementara itu sumbernya makin berkurang. Sebagai
konsenkuensi logis, tanpa bahan baku energi kehidupan ini tidak ada. Selain
itu, penggunaan bahan bakar juga berdampak bagi bumi kita. Penggunaan bahan
bakar dari minyak dan batu bara disinyalir sebagai penyebab utama terjadinya
pemanasan global.
Apakah negara kita
sudah mulai sadar akan krisis energi yang mengancam keterlangsungan kehidupan
ini? Pertanyaan itu harus muncul dan ada di setiap pikiran mayarakat Indonesia.
Sepertinya slogan dan semboyan hemat energi di negara kita sudah tidak
kurang-kurangnya didengung-dengungkan. Baik melalui spanduk, papan reklame atau
bahkan acara-acara promosi di media massa seperti koran dan televisi. Tetapi
kalau melihat kondisi kenyataan kehidupan sehari-hari sepertinya perilaku kita
masih jauh dari sadar apalagi peduli terhadap krisis energi ini. Contoh
sederhana adalah semakin meningkatnya tingkat penggunaan kendaraan pribadi
dibandingkan transportasi massal yang handal dan baik. Meningkatnya jumlah
kendaraan yang melintas di jalan raya, selain memberikan dampak kemacetan yang
berujung kepada pemborosan waktu kerja efektif juga memberikan dampak luar
biasa terhadap cadangan energi berupa bahan bakar solar dan premium di pasaran.
Ketika setiap keluarga atau bahkan anggota keluarga memiliki satu buah
kendaraan dapat dibayangkan betapa besar konsumsi bahan bakar per harinya jika
dibandingkan dengan angkutan massal semisal kereta api yang dengan satu armada
dapat mengangkut banyak orang dengan waktu yang sama. Prilaku ini kemudian
diperparah dengan masih merajalelanya tingkat penebangan hutan secara liar
tanpa memperhatikan usaha penghijauan dan reboisasi.
Sumber energi
berupa kayu pun tengah berada pada krisis yg mengerikan. Belum lagi pencemaran
sumber air bersih menjadi masalah yang belum terselesaikan dalam agenda
pembangunan nasional. Padahal negara-negara di sekitar garis khatulistiwa
termasuk Indonesia merupakan produsen terbesar kayu dunia, bisa dibayangkan
jika sumber cadangan kayu utama dunia saja sudah terancam habis apa yang bisa
diharapkan untuk menyambung keterlangsungan hidup. Saat ini banyak negara di
dunia yang sudah mulai sadar dan khawatir akan krisis energi yang mengerikan
ini. Sehingga tidak ada jalan lain yang bisa ditempuh kecuali dua hal utama
yaitu gerakan penghematan energi dan program penemuan sumber energi baru. Dua
program besar inilah saat ini menjadi perhatian besar bagi beberapa Negara maju
seperti Jepang, Amerika, Jerman dan lain-lain. Dalam usaha penghematan energi
negara Jepang dapat menjadi prototipe dan contoh bagi negara-negara di dunia
termasuk Indonesia. Beberapa prilaku yang mencerminkan kesadaran akan hemat energi
terlihat bukan hanya dalam sikap tetapi juga dalam pola pikir masyarakatnya.
Mereka sangat concern terhadap pemasalahan energi ini. Gerakan hemat
listrik, hemat air, hemat bahan baku tidak hanya menghiasi layar televisi
tetapi sudah mampu dicerna dan diserap oleh masyarakat yang kemudian menjadi
dasar mereka untuk bertindak.
Program
penanaman kesadaran ini ternyata menjadi salah satu titik berat kurikulum
pendidikan dari tingkat yang paling bawah. Bagaimana siswa ditanamkan dan
dicontohkan cara berhemat listrik, cinta kebersihan, menyayangi lingkungan dan
lain lain. Usaha edukasi ini ternyata berhasil meresap dan menjiwai mereka
walaupun telah menjadi dewasa bahkan ketika telah beranjak tua. Sehingga,
pendidikan sejak dini, penanaman kesadaran sangat penting untuk memulai program
besar tersebut.. Sebagai negara agraris Indonesia menjadi negara yang sangat
potensial dalam pengembangan teknologi biomassa ini. Bahan bakar bio-mass
diperoleh dari pengolahan sumber-sumber energi organik sepertii jagung, ketela,
pohon jarak, gandum dan lain-lain. Walaupun belum terbukti secara jelas
tekonologi biomassa mampu menjadi alternatif sumber energi baru tetapi
setidaknya pengembangan teknologi ini memberikan sedikit harapan ditemukannya
sumber energi alternatif.
Teknologi sel
solar, Jepang telah berhasil mengembangkan teknologi ini dan juga menerapkan di
berbagai kehidupan seperti ponsel sel solar, kemudian sumber energi listrik
untuk titik-titik service area di jalan tol, penerangan lampu jalanan,
dan lain-lain. Tetapi sepertinya teknologi sel solar diprediksi kurang mampu
menjadi alternatif sumber energi massal dunia, sehingga teknologi ini diarahkan
kepada beberapa sektor yang tidak memerlukan banyak energi, seperti service
area (tempat peristirahatan) di jalan tol, rumah-rumah pribadi dan lain
lain. Teknologi ini lebih tepatnya menjadi pendukung ditemukannya sumber energi
massal lainnya yang lebih andal dan dapat diproduksi secara besar-besaran.
Gerakan hemat energi dan juga semangat penemuan sumber energi baru harus
menjadi agenda penting pembangunan ke depan. Tugas penyelamatan bumi dari
krisis energi menjadi tanggung jawab semua manusia yang berada di muka bumi
ini, termasuk Indonesia sebagai salah satu negara sumber energi dunia.dapat
dihasilkan oleh pembangkit jenis ini.
4.1. KESIMPULAN
Berikut
ini adalah beberapa kesimpulan yang dapat diambil dari penulisan makalah ini:
- Indonesia
merupakan Negara yang kaya akan cadangan energy namun terjadi pemborosan
energy dikarenakan : perilaku atau gaya hidup masyarakat, kemampuan daya beli
masyarakat, dan manajemen energi yang dilakukan oleh pemerintah.
- Indonesia
harus segera mengalihkan fokus pengelolaan energi fosil ke energi
alternatif , serta memberdayakan potensi energi lainnya.
- mahasiswa
perlu mengawal dan mengkritisi, serta mengusulkan solusi mengenai apa yang
telah dilakukan oleh pemerintah dalam mendiversifikasikan penggunaan
energi, agar para mahasiswa tak mengulangi kesalahan yang sama di masa
mendatang. Segala upaya ini harus dilakukan bersama dan secara sinergis
dalam rangka menuju kemandirian energi Indonesia, untuk mewujudkan
Indonesia yang sejahtera, adil, dan makmur.
- Penggunaan energy baru
terbarukan selain untuk mengurangi ketergantungan akan sumber energy fosil
juga karena tuntutan akan komitmen atas penggunaan energy bersih
berdasarkan Protokol Tokyo.
- Beberapa energi yang dapat
mendukung proses pendisversifikasian energi di Indonesia adalah : energi
geothermal, energi surya, energi mikrohidro, energi angin, energi tenaga
laut, energi nuklir, energi biomassa, sel bahan bakar dan energi air.
1. Pemerintah
sebaiknya sangat berperan aktif dalam mendukung proses diversifikasi energi,
serta mendukung pengembangan penerapan energi baru dan terbarukan.
2. Masyarakat
juga harus berperan aktif dalam mengurangi energgi fosil, menghemat pemakaian
energi dan mendukung pengembangan energi terbarukan dan turut mengunakannya.
Ratag, M.A. 2001. Model Iklim Global dan Area Terbatas serta
Aplikasinya di Indonesia. Paper disampaikan pada Seminar Sehari Peningkatan
Kesiapan Indonesia dalam Implementasi Kebijakan Perubahan Iklim. Bogor, 1
November 2001.
DGEED (Directorate General of Electricity and Energy Development),
2000: Statistik dan Informasi Ketenagalistrikan dan Energi (Statistics and
Information of Electric Power and Energy), Jakarta.
Direktur Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi,
Undang-Undang Republik IndonesiaNomor 30 Tahun 2007 Tentang Energi, Sosialisasi
Undang-Undang Tentang Energi, Surabaya, 14 Oktober 2008
Kementrian ESDM, RUKN 2006-2026, Jakarta 2007.
Djiteng Marsudi,
Pembangkitan Energi Listrik. Erlangga. 2005, Jakarta.
Maria Hardayanto” Hadapi Krisis Energi” http://ekonomi.kompasiana.com/bisnis/2011/02/25/hadapi-krisis-energi-indonesia-siapkan-bauran-energi-2025/
fireforce.uno”
Turbin angin
di Indonesia” http://nextdaytechnology.blogspot.com/2010/06/wind-turbine-atau-turbin-angin-adalah.html