Total Tayangan Halaman

Rabu, 12 Oktober 2011

PAMORMU SEPEDA

Oleh:
Miftah Rahmania(Fkip Pkn 2009)
Staf Kemenristek BEM UNSRI


Sepeda kini kembali mulai naik pamor lagi,masalah energi dan kesehatan adalah salah satu faktor pendongkrak pamor sepeda.Event-event internasional pun sudah sering digelar,sehingga mendatangkan banyak sponsor dan tentu saja meningkatkan kualitas baik dari segi pemain maupun sarana dan prasarana perlombaan,seolah ingin membuktikan bahwa sepeda adalah tren hidup masa kini.
Di tinjau dari segi manfaat banyak sekali mulai dari meningkatkan kualitas system cardiovascular (yang berhubungan dengan jantung dan system peredaran darah), meningkatkan kekuatan dan fleksibelitas otot, meningkatkan mobilitas sistem persendian, menurunkan tingkat stress, membantu dalam pembentukan postur tubuh, menguatkan tulang, menurunkan tingkat kegemukan.
Selain itu dengan bersepeda berarti kita telah berhemat energi karena cadangan energi bahan bakar minyak kita sudah menipis dan tidak dapat diperbaharui lagi.Jadi alternatif jawabnya adalah dengan menngunakan alat yang sangat minim menggunakan bahan bakar bahkan tidak menggunakan bahan bakar sama sekali.Sepeda cukup menjawab pertanyaan bagaimana solusi berhemat bahan bakar.
Cadangan bahan bakar indonesia hanya secuil dari cadangan bahan bakar Amerika Serikat dan Jepang. Cadangan bahan bakar nasional hanya sekitar 20 hari. Jika dibandingkan negara maju seperti Amerika Serikat (AS) yang memiliki cadangan bahan bakar 7 bulan dan Jepang sebanyak 200 hari atau sekitar 6 bulan, maka cadangan bahan bakar Indonesia masih terbilang kurang.Ini adalah walaupun SDA kita sangatlah melimpah hal yang sungguh ironi.
Belum lagi masalah kemacetan jalan yang semakin hari semakin parah dan banyaknya dana yang dibutuhkan untuk subsidi BBM yang seandainya dana subsidi tersebut bisa di minimalisir maka dana tersebut bisa dialokasikan ke bidang pendidikan dan kesehatan guna mengoptimalkan potensi anak bangsa.Dengan berbagai macam lomba sepeda yang telah merambah dunia internasional maka sepeda adalah gaya hidup masa kini yang lebih efektif dan efisien.

Selasa, 11 Oktober 2011

DIVERSIFIKASI ENERGI

Oleh  :
Arif Prasetyo Jurusan Kimia FT
(Anggota Tim Riset Kemenristek BEM UNSRI)

Publikasi Hasil Riset 

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.       LATAR BELAKANG

Indonesia merupakan negeri yang kaya akan sumber daya alam (energi) yang melimpah dan beraneka ragam jenisnya, baik yang terkandung di dalam laut maupun perut bumi Indonesia. Namun sayang, kekayaan alam tersebut tidak dikelola dengan bijak, berkeadilan dan terpadu. Tak pelak kekayaan alam ini pun malah menjadi kutukan sumber daya alam (Resources Curse) dan tidak bisa dinikmati secara murah/gratis oleh rakyatnya yang sebagian besar miskin. Hal ini disebabkan kebijakan energi nasional dikelola tanpa arah, antara satu sektor kebijakan dengan sektor lainnya seolah tidak terkait satu sama lain. Begitu juga belum adanya payung hukum (undang-undang induk energi) yang bisa mengatur kebijakan pengelolaan energi nasional secara komprehensif. 
Munculnya kelangkaan serta tiadanya jaminan ketersediaan pasokan minyak dan gas (Migas) di negeri sendiri, merupakan kenyataan paradoks dari sebuah negeri yang kaya sumber energi. Hal ini antara lain disebabkan tingginya ketimpangan antara produksi dan konsumsi energi nasional. Berdasarkan laporan Kementrian ESDM tahun 2009, rata-rata produksi minyak bumi dan kondensat sebesar 963.269 barel per hari (bph). Sedangkan laporan BP Migas, produksi minyak secara nasional pada tahun 2010 hanya naik pada kisaran 965.000 bph. Artinya terdapat angka kenaikan hanya 1.731 bph. Sementara kebutuhan konsumsi energi nasional sekitar 1.400.000 bph. Artinya terdapat selisih cukup tajam antara tingkat produksi yang ideal dengan kebutuhan. Selain itu, pesatnya pembangunan di bidang teknologi, industri, dan informasi memicu peningkatan kebutuhan masyarakat akan energi. Energi terbarukan mulai dikembangkan seiring dengan terbatasnya cadangan energi fosil dan juga adanya dampak negatif pada lingkungan yang terjadi akibat penggunaan energi fosil tersebut. Sehingga dunia dituntut untuk menggunakan energi yang dapat berfungsi kontinu, serta ramah lingkungan demi berlangsungnya pembangunan dan kehidupan manusia. Jika kita membandingkan penggunaan energi antara Indonesia dengan Jepang, sudah barang tentu kita lebih besar, karena perbandingan jumlah penduduk kita dengan Jepang sangat jauh. Memang dapat dijadikan alasan bahwa borosnya energi kita ini bisa disebabkan oleh beberapa, yaitu:

            Perilaku/gaya hidup Masyarakat, merupakan salah satu faktor penyebab tingginya konsumtifitas energi di negara kita, khususnya terjadi pada masyarakat menengah ke atas. Kita lihat saja, banyak orang-orang kaya memiliki lebih dari sepuluh rumah tinggal yang tidak dimanfaatkan sama sekali dan kesepuluh rumah itu menyerap energi yang sama. Jadi bila dilakukan perbandingan jumlah kepala keluarga dengan pemakaian energi maka hal ini sungguh sulit terlihat berapa penyerapan energi perkeluarga. Oleh karenanya, gaya hidup seperti ini juga menyebabkan tingginya penggunaan energi.
Kemampuan daya beli Masyarakat, pada umumnya pemborosan energi terjadi karena perlengkapan energi yang dimiliki oleh masyarakat yang sudah tua umur pemakaiannya dan belum diganti dengan yang baru, untuk melakukan penghematan listrik itu maka perabotan rumah tangga seharusnya diganti dengan yang baru berlabel “Save Energy” atau “Ecolable”, namun hal ini sulit dilakukan karena daya beli masyarakat yang rendah. Disamping itu biaya kebutuhan hidup pokok serta pendidikan telah menghabiskan 90 % pendapatan mereka, oleh karenanya mereka menunda mengganti perabot rumah tangga yang sudah uzur. Hal ini tidak saja terjadi pada konsumtif energi rumah tangga, tetapi juga terjadi pada konsumtif energi pada industri. Manajemen Energi, Sumber kelemahan pasokan energi kita salah satunya disebabkan oleh manajemen yang tidak baik. Manajemen yang benar adalah memiliki kemampuan untuk mencari solusi atas masalah yang dihadapi. Para manajer di tingkat puncak maupun di tingkat bawah dan menengah harus menghindari the lack of imagination (keterbatasan imajinasi), para manajer yang terpilih adalah manusia yang cerdas dan dapat melihat atau meramalkan posisi perusahaan/lembaga/organisasi di masa datang, karena salah satu kredibilitas dari seorang manajer adalah kemampuan mengimajinasikan masa depan. Jadi masalah energi jangan lagi mempersalahkan rakyat yang tidak efesien dan efektif dalam penggunaan energi, tetapi ini merupakan kesalahan pemerintah sendiri yang tidak siap menghadapi situasi mendatang
Manajemen Energi, Indonesia masih kekurangan sumberdaya manusia yang handal dalam bidang pengelolaan energi. Hal itu menyebabkan persoalan energi nasional tak pernah kunjung selesai sampai saat ini. Melimpahnya cadangan sumber energi tidak serta merta bisa dinikmati langsung oleh masyarakat, melainkan lebih banyak diatur oleh bangsa lain. diperlukan manajemen SDM yang lebih baik dalam pengelolaan energi ke depan. Pasalnya, pengelolaan energi nasional saat ini lebih banyak diatur oleh bangsa lain. Pemerintah dinilainya tidak bisa berbuat banyak menyelesaikan persoalan tersebut. Dicontohkan, produksi minyak, batubara dan gas bumi saat ini lebih banyak diekspor daripada untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dan industri dalam negeri. adangan pasokan energi yang ada saat ini seharusnya bisa mendukung sektor industrialisasi di dalam negeri. Tidak semata-mata semua energi dijual ke negara lain seperti China dan Singapura. Bayangkan jika gas dan batubara kita hanya dijual dalam negeri saja. Lalu industri kita tumbuh, dan menyerap banyak tenaga kerja,Bila pengelolaan energi kuat, maka industri juga kuat. Artinya ada pengelolaan energy yang kurang baik oleh pemerintah.

1.2.            PERUMUSAN MASALAH

Permasalahan ini muncul seiring dengan kebutuhan manusia akan energi. Semakin maju kehidupan manusia khususnya dalam bidang teknologi, maka semakin besar ketergantungan manusia akan kebutuhan energi. Sehingga muncullah beberapa masalah yang mengganggu ketersedian energi utama yang ada di bumi, oleh karena itu manusia harus menemukan energy alternative lain atau dengan menganekaragamkan sumber energy lain, sehingga penggunaan energi minyak dan gas akan dapat dikurangi dan dihemat , bahkan dapat dialihkan menjadi energy lain.

1.3.       TUJUAN

Pemerintah perlu melakukan audit yang benar terhadap manajemen energi di Indonesia, baik itu sumber energi (minyak bumi, gas, dan batubara) dan Perusahaan Listrik Negara. Audit ini dilakukan harus secara jujur dan tidak ditunggangi oleh kepentingan orang-perorang, dan harus melibatkan masyarakat. Memaksimalkan penggunaan energi terbarukan dan ramah lingkungan serta efesiensi dan mengefektifkan sistem birokratisasi pemerintahan untuk menekan biaya. Semua tergantung kepada pimpinan eksekutif dan para wakil rakyat, kedua lembaga ini harus memiliki kemauan dan kesepahaman yang sama sehingga dapat terjalin kerjasama.
Selain itu akan dicapai tujuan utama saat ini yaitu akan terjadinya diversifikasi energi, khususnya di Indonesia sehingga tidak akan terjadi ketergantungan yang cukup berarti dengan bahan bakar fosil, dan kita mulai mengandalkan sumber energi lain untuk kelangsungan hidup manusia.

1.4.   MANFAAT
Manfaat dari diversifikasi energy ini adalah untuk memelihara sumber daya alam dengan penganekaragaman sumber energy dan tidak mengandalkan energy minyak dan gas yang selama ini digunakan, sehingga keseimbangan alam tetap terjaga  seiring dengan berjalannya waktu namun tetap tidak mengganggu kegiatan dan aktivitas manusia dalam menggunakan energy untuk kelangsungan hidupnya.
1.5.   SISTEMATIKA PENULISAN
Sistematika penulisan dimulai dengan pendahuluan pada bab satu yang menjelaskan. tentang Latar belakang penelitian mengenai terjadinya peralihan sistem energi dunia dari energi fosil menjadi energi terbarukan, dan energi angin yang potensial dari energi terbarukan yang ada di Indonesia. Perumusan masalah menjelaskan tentang masalah krisis energi yang dihadapi dunia secara umum dan di Indonesia khususnya. Bab ini berisi juga tentang tujuan yang hendak dicapai, dan manfaat yang diperoleh dari penelitian. Sistematika penulisan laporan, menjelaskan penjelasan tiap bab pada laporan.
Dasar teori dan tinjauan pustaka yang menjadi sumber referensi dalam tulisan ini dijelaskan pada bab dua. Dasar teori ini menjelaskan berbagai masalah mengenai masalah energi dan solusi yang dapat diajukan untuk mengurangi krisis energi. Bab tiga pada penulisan laporan tugas akhir ini menerangkan tentang metodologi penelitian yang digunakan untuk mengerjakan karya tulis ini. Yaitu menggunakan metode pengumpulan jenis-jenis energy yang bisa diaplikasikan dan digunakan sebagai calon pengganti energy fosil.  Bab empat menjelaskan analisa penggunaan energy-energi tersebut, baik dalam sumber dan daya guna serta ketahanan energy tersebut. Bab lima menjelaskan kesimpulan, dimana kesimpulan menjawab dari permasalahan yang ada. Saran diperlukan untuk penelitian lebih lanjut dari tugas akhir ini juga akan diterangkan pada bab lima.
1.6.  METODE PENGUMPULAN DATA
            Data penulisan makalah ini diperoleh dengan metode studi kepustakaan. Metode studi kepustakaan yaitu suatu metode dengan membaca telaah pustaka tentang kiat sukses membus perguruan tinggi negeri. Selain itu, tim penulis juga memperoleh data dari internet. 


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1.       ENERGI DI INDONESIA

Potensi Energi Dunia
Pemerintah Indonesia pada saat ini sedang giatnya mendorong diversifikasi penggunaan energi domestik kepada gas alam dan batubara. Program ini akan mengurangi tekanan tambahan permintaan pada sumber energi minyak bumi. Inilah poin pertama dari prioritas Program Aksi Ketahanan dan Kemandirian Energi dalam Visi dan Misi SBY-Boediono dalam mengawali karir sebagai pemimpin di negeri ini. Sebagai pihak idealis, mahasiswa adalah salah satu tonggak aspirasi yang tepat untuk mengawal keberjalanan program para legisatif. Oleh sebabnya, fungsi tersebut diharapkan agar dimplementasi secara signifikan. Dan sebagai pihak yang mengawal, tak benar rasanya apabila tidak belajar untuk mengetahui apa yang terjadi, memandang dari berbagai sisi, serta berpikir komprehensif. Indonesia merupakan suatu negara kepulauan yang kaya akan sumber daya. Negara ini dihuni oleh sekitar 240 juta jiwa [1]yang pertumbuhannya diperkirakan sebesar 1,5-2% per tahun[2]. Kekayaan energi Indonesia dapat dipaparkan secara singkat melalui tabel-tabel berikut[3] .

Kebutuhan energi semakin lama semakin meningkat. Setiap negara bersikeras untuk memenuhi kebutuhan energi domestik, tak peduli apakah negara tersebut memiliki banyak cadangan energi atau tidak. Di Indonesia, terjadi suatu ketimpangan eksplorasi dan eksploitasi energi fosil. Terhitung bahwa rasio cadangan per produksi liquid lebih kecil dari rasio cadangan per produksi gas, yakni 8,9 dan 16,3 secara berurutan[4]. Atau dalam kata lain, kepunahan liquid akan lebih cepat diban-dingkan dengan kepunahan gas. Hal ini mengindikasikan bahwa Indonesia harus segera mengalihkan fokus pengelolaan energi fosil dari liquid ke gas, serta memberdayakan potensi energi lainnya.
Namun pada kenyataannya, tak dapat dipungkiri bahwa bahan bakar fosil merupakan bahan bakar yang paling melimpah di seluruh dunia dan cukup lama dikembangkan, sehingga banyak digunakan. Bahkan hingga tahun 2020 nanti, bahan bakar fosil diramalkan akan tetap menjadi primadona. Terutama bahan bakar minyak dengan dominasinya[5]. Sehingga, penting untuk mengenali lebih jauh kepada ketiga teratas hasil olahan bahan bakar fosil tersebut.


  1. Minyak Bumi (Oil)
Harga minyak di pasar dunia telah mengalami kenaikan berkali-kali. Berawal dari krisis minyak pertama pada September 1973, ketika negara-negara OPEC menahan produksi minyaknya hingga 19,8 juta barrel per hari. Akibatnya, kenaikan harga minyak mencapai 300% dari 2,9 USD per barrel menjadi 11,65 USD. Kemudian pada saat revolusi Iran tahun 1979 dan invasi Irak ke Kuwait tahun 1990 yang menyebabkan pengapalan minyak terganggu dan berdampak pada berkurangnya beberapa persen suplai dari total pasar minyak dunia. Timur Tengah mampu menaikkan harga minyak dengan drastisnya.
 Krisis minyak kembali terjadi beberapa dasawarsa berikutnya. Badai Katrina pada tahun 2005 menyebabkan beberapa kilang produksi di Amerika rusak yang disusul dengan kerusuhan di negara produsen minyak, Nigeria. Tak ayal harga minyak melonjak kembali, dari sekitar 47 USD per barrel menjadi 65 USD. Namun jika diperhatikan, fluktuasi harga minyak sejak tahun 2003 menunjukkan konsistensi kenaikan yang konstan[6].
   Naik turun harga minyak yang terjadi ternyata memiliki efek hebat pada dunia. Banyak negara yang melakukan perubahan signifikan terhadap kebijakan energi nasionalnya. Negara-negara tersebut telah menyadari bahwa minyak merupakan komoditas energi yang amat rentan. Sehingga apabila mereka menggantungkan pemenuhan energinya pada minyak, hal buruk yang sangat mungkin menimpa adalah krisis ekonomi berkelanjutan.
  1. Gas Alam (Natural Gas)
Pada awal pengembangannya yaitu periode 1980-an, gas alam di Indonesia lebih banyak digunakan untuk eskpor dalam bentuk LNG, dengan tujuan Jepang, Korea Selatan dan Taiwan. Ekspor gas alam belakangan dilakukan melalui pipa ke Singapura dan Malaysia. Peningkatan penggunaan gas alam di dalam negeri terjadi karena peningkatan permintaan gas alam oleh pembangkit tenaga listrik, industri, dan PT PGN (Perusahaan Gas Negara). Di samping Indonesia memanfaatkan gas alam untuk kilang, sebagiannya adalah terbakar. Secara umum, transportasi gas alam membutuhkan biaya dan persyaratan teknis yang lebih tinggi dibandingkan transportasi minyak mentah, produk-produk minyak (oil products) maupun batu bara. Hal ini karena karakteristik alamiah gas alam itu sendiri, yang amat sulit ditransportasikan apabila masih berada dalam fase gas. Untuk mempermudah transportasinya, gas perlu dikom-presikan atau didinginkan terlebih dahulu sehingga densitas energinya menjadi lebih besar dan lebih mudah didistribusi. Transportasi gas bumi pada sistem jaringan transmisi dan distribusi gas alam yang telah dibangun dapat dilakukan melalui jalur pipa gas, kapal LNG, kapal LPG, truk tangki, serta melalui depo penyimpanan dan stasiun penjualan[7].
  1. Batu Bara (Coal)
Indonesia menjadi negara pengekspor batubara terbesar di dunia sepanjang tahun 2005-2006. Ekspor tersebut mampu menutup 25 persen permintaan pasar batubara dunia[8]. Ironisnya, Indonesia merupakan konsumen batu bara terendah jika dibandingkan dengan negara-negara produsen batubara lainnya, misal: Afrika Selatan, Australia, dan India[9]. Hal ini diperparah dengan realita bahwa besarnya ekspor batu bara adalah lebih dari tiga per empat total produksi batu bara Indonesia[10]. Karena UU Migas no. 22 ayat (1) tahun 2001 berbunyi, “Badan Usaha atau bentuk Usaha Tetap wajib menyerahkan paling banyak 25% (dua puluh lima persen) bagiannya dari hasil produksi Minyak Bumi dan/atau Gas Bumi untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.” Negara-negara produsen batu bara umumnya memprioritaskan untuk pemenuhan kebutuhan domestik. Sebagai contoh Amerika dan Cina yang memanfaatkan lebih dari 95% hasil produksi untuk dikonsumsi negaranya. Bahkan India memanfaatkan seluruh batu bara yang mereka miliki untuk konsumsi domestik. Begitu pula yang terjadi di Rusia, Polandia, dan Afrika Selatan. Lebih dari 70% produksi batu baranya digunakan untuk konsumsi dalam negeri. Sementara kondisi di Indonesia sangat bertolak belakang, yakni 75% batubara justru diarahkan menjadi komoditas ekspor andalan.
2.2.   Realita energy Indonesia
         Indonesia memiliki cadangan yang kecil dibanding dengan komoditas yang dimiliki negara produsen lain-nya. Namun lebih kecil cadangan bukan berarti lebih sedikit dalam volume ekspor. Selama beberapa tahun Indonesia justru tercatat sebagai eksportir gas alam dan batu bara terbesar di dunia. Ketergantungan Indonesia kepada bahan bakar minyak, keterbelakangan infrastruktur pengolahan gas alam, serta ketidakbijakan rasio pemakaian dan ekspor batu bara merefleksikan bahwa Indonesia harus segera bertindak efektif dalam menanggulanginya. Sayangnya, pembenahan-pembenahan yang dilakukan pemerintah saat ini bukanlah pembenahan hulu, melainkan penang-gulangan hilir nan relatif. Pemerintah hanya di sekitar mengutak-atik APBN dan mengampanyekan hal-hal kontemporer yang manfaatnya jauh lebih kecil ketimbang pembenahan sektor hulu pengelolaan energi. Sebagai contoh adalah kampanye mematikan lampu selama satu jam pada hari Bumi. Padahal, keberhasilan banyak negara dalam kebijakan penghematan atau efisiensi energi ditentukan oleh kesuksesan dalam melakukan penghematan energi pada sistem infrastruktur energi dan sistem pengawasannya[12]. Fakta berbicara, kebijakan diversifikasi energi Indonesia sejauh ini masih menunjukkan suatu kebelumberhasilan. Pertumbuhan energi non-BBM cenderung lamban dan masih tingginya konsumsi BBM[13]. Oleh karena itu, sangat dibutuhkan ketegasan pemerintah dalam mencanangkan program-program diversifikasi energi beserta implementasinya di lapangan. Namun ada beberapa hal yang menjadi keterbatasan pemerintah dalam mengembangkan sumber energi lainnya, antara lain: sistem pengelolaan energi, pengadaan infrastruktur, masterplan implementasi, dan investasi.Keempat hal inilah yang juga menjadi tugas mahasiswa, sebagai iron stock sekaligus agent of change. Maka, dari sekarang mahasiswa perlu mengawal dan mengkritisi, serta mengusulkan solusi mengenai apa yang telah dilakukan oleh pemerintah dalam mendiversifikasikan penggunaan energi, agar para mahasiswa tak mengulangi kesalahan yang sama di masa mendatang. Segala upaya ini harus dilakukan bersama dan secara sinergis dalam rangka menuju kemandirian energi Indonesia, untuk mewujudkan Indonesia yang sejahtera, adil, dan makmur.
Pada tahun 2010, konsumsi bahan bakar total di Indonesia diperkirakan mencapai hampir 2 juta barrel per hari jauh melampaui kapasitas produksi nasional sekitar 1 juta barrel per hari. Sehingga mutlak diperlukan pencarian teknologi yang bisa mendukung terwujudnya ketahanan energy nasional, dengan meminimalkan dampak terhadap lingkungan dan mengurangi ketergantungan pada bahan bakar minyak. Khususnya karena kebutuhan sektor kelistrikan dan sektor transportasi tumbuh dengan cepat. Dengan landasan pemikiran ini, semakin dirasakan perlunya penggunaan energy baru terbarukan secara bertahap untuk memenuhi kebutuhan energy nasional. Penggunaan energy baru terbarukan selain untuk mengurangi ketergantungan akan sumber energy fosil juga karena tuntutan akan komitmen atas penggunaan energy bersih berdasarkan  Protokol Tokyo[14]
Masalah lain yang dihadapi Indonesia adalah produksi minyak bumi kita cenderung menurun sehingga Indonesia sudah menjadi negara pengimpor minyak terutama untuk memenuhi kebutuhan transportasi. Harga minyak bumi untuk pembangkit listrik sangat mahal dan cenderung naik. Bahkan setiap saat itu bisa meroket karena cadangan Indonesia dan dunia terus berkurang. Minyak bumi Indonesia diperkirakan akan habis sebelum 2025. Kementerian ESDM berusaha memperlambat laju penurunan produksi minyak bumi pada 2011 dari 12% menjadi 3% dengan optimalisasi lapangan yang ada dan pengembangan lapangan baru. Indonesia masih beruntung memiliki sumber energi lain, yaitu gas dan batu bara. Cadangan batu bara saat ini sebesar 19,3 miliar ton dengan target produksi 2010 adalah 320 juta ton. Apabila produksi batu bara stabil dan cadangan baru batu bara lapisan dalam sulit diambil, umur produksi batu bara hanya 60,3 tahun. Umur produksi gas alam juga tidak jauh dari batu bara, yaitu 59 tahun berdasarkan status 2008 mencapai 170 tscf (trillion standard cubic feed – satuan volume gas) dan produksi per tahun mencapai 2,87 tscf. Meskipun ditemukan cadangan baru, produksi puncak minyak bumi dan gas tidak bisa ditingkatkan setelah 2010. Bahkan kecenderungannya akan menurun sampai habis. Bila produksi batu bara ditingkatkan untuk menggantikan sumber energi minyak bumi dan gas, puncak produksi diperkirakan terjadi sebelum 2040. Kemudian produksi akan menurun 6% sampai dengan 10 % setiap tahun sampai 2080..


BAB III

PEMBAHASAN

3.1.SUMBER ENERGI TERBARUKAN

Seberapa banyak potensi Energi Baru Terbarukan yang dapat dimanfaatkan hingga mencapai target bauran Energi 25 % pada tahun 2025, adalah sebagai berikut[15] :

1.         Energi Panas Bumi (geothermal)
Indonesia mempunyai potensi panas bumi sangat besar, 30-40 % potensi sumberdaya panas bumi dunia, tersebar di kepulauan Indonesia. Potensi sumberdaya dan cadangan panas bumi Indonesia diperkirakan sebesar 28.170 MW. Cadangan diperkirakan setara dengan 14.730 MW terdiri  dari cadangan terbukti 2.288 MW, cadangan mungkin 1.050 MW dan cadangan terduga 11.392 MW. Pada tahun 2025 ditargetkan pemanfaatan energy panas bumi sebesar 9.500 MW. Sebagai daerah vulkanik, wilayah Indonesia sebagian besar kaya akan sumber energi panas bumi. Jalur gunung berapi membentang di Indonesia dari ujung Pulau Sumatera sepanjang Pulau Jawa, Bali, NTT, NTB menuju Kepulauan Banda, Halmahera, dan Pulau Sulawesi. Panjang jalur itu lebih dari 7.500 km dengan lebar berkisar 50-200 km dengan jumlah gunung api baik yang aktif maupun yang sudah tidak aktif berjumlah 150 buah. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di sepanjang jalur itu, terdapat 217 daerah prospek panas bumi. Potensi energi panas bumi total adalah 19.658 MW dengan rincian di Pulau Jawa 8.100 MW, Pulau Sumatera 4.885 MW, dan sisanya tersebar di Pulau Sulawesi dan kepulauan lainnya. Sumber panas bumi yang sudah dimanfaatkan saat ini adalah 803 MW. Biasanya data energi panas bumi dapat dikelompokkan ke dalam data energi cadangan dan energi sumber. Biaya investasi ada dua macam, yang pertama biaya eksplorasi dan pengembangan sebesar 500-1.000 dollar AS/kW. Yang kedua, biaya pembangkit sebesar 1.500 dollar/kW (kapasitas 15 MW), 1.200 dollar/kW (kapasitas 30 MW), dan 910 dollar/kW (kapasitas 55 MW). Untuk biaya energi dari panas bumi adalah 3-5 sen/kWh[16].
2.         Energi surya
Menurut data ESDM , potensi energy surya di Indonesia adalah 4,8 kWh/hari. Sedangkan menurut penelitian BBPT yang dilakukan di Sulawesi Tenggara, didapat energy harian antara 2 sampai 7 kWh per meter persegi per hari dengan rata-rata harian 5,16kWh per meter persegi per harinya. Jika diproyeksikan 10 % dari luas daratan Indonesia (sekitar 192.257 kilometer persegi) dipasang sel surya yang memiliki efisiensi 15 %, maka daya yang dapat dibangkitkan adalah 30.000 GWh per hari. Merupakan 30 % dari kebutuhan energy nasional pada tahun 2010 (100.000 GWh) atau 6 % proyeksi kebutuhan tahun 2025 yaitu sebesar 500.000 GWh.
3.         Energi hidro
 Menurut data ESDM, potensi hidro yang ada di Indonesia untuk skala besar teridentifikasi 75 GW dengan kapasitas terpasang 57 GW atau hanya termanfaatkan 7,54 %. Sedangkan untuk energy hidro skala kecil, Indonesia mempunyai potensi sebesar 769,7 MW dan baru dimanfaatkan sebesar 217,7 MW atau sekitar 28,31 %. Direncanakan pada tahun 2025 pemanfaatan mikrohidro sebesar 950 MW.
4.         Energi angin
 Lokasi yang paling potensial adalah Indonesia bagian timur dengan rata-rata kecepatan  angin sebesar 7 m/s. Diproyeksikan pada tahun 2025 pemanfaatan energy angin sebesar 275 MWp[17].

5.         Energi laut
 Indonesia mempunyai potensi yang sangat besar,  khususnya Indonesia bagian timur yaitu sekitar 1.650 MW. Energi samudra ada tiga macam, yaitu energi panas laut, energi pasang surut, dan energi gelombang. Di Indonesia, potensi energi samudra sangat besar karena Indonesia adalah negara kepulauan yang terdiri dari 17.000 pulau dan garis pantai sepanjang 81.000 km dan terdiri dari laut dalam dan laut dangkal. Prinsip energi panas laut yaitu dengan menggunakan beda temperatur antara temperatur di permukaan laut dan temperatur di dasar laut, energi pasang surut dengan menggunakan prinsip beda ketinggian antara laut pasang terbesar dan laut surut terkecil, sedangkan energi gelombang adalah dengan menggunakan prinsip besar ketinggian gelombang dan panjang gelombang. Dengan prinsip-prinsip di atas, maka dengan menggunakan turbin akan dihasilkan energi listrik. Potensi energi panas laut di Indonesia bisa menghasilkan daya sekitar 240.000 MW, sedangkan untuk energi pasang surut dan energi gelombang masih sulit diprediksi karena masih banyak ragam penelitian yang belum bisa didata secara rinci. Ketiga energi samudra di atas di Indonesia masih belum terimplementasikan karena masih banyak faktor sehingga sampai saat ini masih taraf wacana dan penelitian penelitian. Biaya investasi belum bisa diketahui di Indonesia tetapi berdasarkan uji coba di beberapa negara industri maju adalah berkisar 9 sen/kWh hingga 15 sen/kWh.

5.1.Listrik tenaga pasang surut

           Teknologi pembangkit listrik pasang surut (PLPS) ini mungkin sudah dikuasai penuh oleh bangsa Indonesia. Pada prinsipnya teknologi tersebut tidak berbeda dengan pembangkit listrik tenaga air (PLTA) seperti yang diterapkan di Waduk Jatiluhur dan waduk-waduk lainnya, yakni air laut ketika pasang ditampung dalam suatu wilayah yang dibendung dan pada waktu pasang surut air laut dialirkan kembali ke laut. Pemutaran turbin dilakukan dengan memanfaatkan aliran air ketika masuk ke dalam dam dan ketika keluar dari dam menuju laut. Kendala utama penerapan teknologi PLPS ini ada dua. Pertama, pemerintah belum pernah memanfaatkan energi pasang surut ini untuk menghasilkan listrik sehingga tenaga ahli Indonesia yang telah menguasai teknologi pembangkit listrik tenaga air belum pernah merancang dan menerapkan atau membangun secara langsung dari awal.
Kedua, pembangunan ini akan merendam wilayah yang luas, apalagi bila harus merendam beberapa desa di sekitar muara atau kolam. Di sini kemudian akan muncul masalah sosial, bukan hanya masalah teknologi. Kapasitas listrik yang dihasilkan PLPS ini sebaiknya untuk kapasitas besar, di atas 50 megawatt, agar bisa ekonomis seperti PLTA. Sumber energi PLPS ini banyak berada wilayah timur Indonesia, mulai Ambon hingga Papua. Di wilayah itu kebutuhan listrik masih kecil dan membutuhkan power cable bawah laut yang sangat panjang untuk bisa membawa listrik ke Pulau Sulawesi yang membutuhkan listrik dalam jumlah besar. Di negara lain, beberapa pembangkit listrik sudah beroperasi menggunakan ide itu. Salah satu PLPS terbesar di dunia terdapat di muara Sungai Rance di sebelah utara Prancis.

5.1.Listrik tenaga air pasang laut   
           Perbedaan temperatur di bawah laut sebenarnya telah menjadi ide pemanfaatan energi dari laut. Kita tentu menyadari jika kita menyelam semakin dalam ke bawah permukaan, airnya akan semakin dingin. Temperatur di permukaan laut lebih hangat karena panas dari sinar matahari diserap sebagian oleh permukaan laut. Tapi di bawah permukaan, temperatur akan turun dengan cukup drastis. Itulah sebabnya penyelam menggunakan pakaian khusus selam ketika menyelam jauh ke dasar laut. Pakaian khusus tersebut dapat menangkap panas tubuh sehingga menjaga mereka tetap hangat. Nah, pembangkit listrik dapat memanfaatkan perbedaan temperatur tersebut untuk menghasilkan energi. Pemanfaatan sumber energi jenis ini disebut dengan konversi energi panas laut atau ocean thermal energy conversion (OTEC). Proyek-proyek demonstrasi dari OTEC sudah terdapat di Jepang, India, dan Hawaii.

5.3. Tenaga listrik tenaga gelombang air laut.

          Peneliti Universitas Oregon memublikasikan temuan teknologi terbarunya yang diberi nama permanent magnet linear buoy. Diberi nama buoy karena memang pada prinsip dasarnya teknologi terbaru tersebut dipasang untuk memanfaatkan gelombang laut di permukaan. Itu berbeda dengan buoy yang digunakan untuk mendeteksi gelombang laut yang menyimpan potensi tsunami. Peneliti Oregon menjelaskan prinsip dasar buoy penghasil listrik tersebut yaitu beroperasi dengan mengapung di permukaan. Gelombang laut yang terus mengalun dan berirama bolak-balik dalam buoy itu akan diubah menjadi gerakan harmonis listrik.  Sekilas bila dilihat dari bentuknya, buoy itu mirip dengan dinamo sepeda. Bentuknya silindris dengan perangkat penghasil listrik pada bagian dalamnya. Buoy diapungkan di permukaan laut dengan posisi sebagian tenggelam dan sebagian lagi mengapung. Kuncinya terdapat pada perangkat elektrik yang berupa koil (kumparan yang mengelilingi batang magnet di dalam buoy). Saat ombak mencapai pelampung, pelampung tersebut akan bergerak naik dan turun secara relatif terhadap batang magnet sehingga bisa menimbulkan beda potensial dan listrik dibangkitkan. Tentu saja agar dapat bergerak koil tersebut ditempelkan pada pelampung yang dikaitkan ke dasar laut. Dalam percobaan sistem itu diletakkan kurang lebih 1-2 mil laut dari pantai. Kondisi ombak yang cukup kuat dan mengayun dengan gelombang yang lebih besar akan menghasilkan listrik dengan tegangan yang lebih tinggi. Berdasarkan hasil penelitian Universitas Oregon, setiap pelampung mampu menghasilkan daya sebesar 250 kilowatt. Penjelasan di atas menggunakan teknik koil yang bergerak naik turun, tetapi bisa juga dengan teknik batang magnet yang bergerak naik turun. Pilihan kedua dengan menggunakan pelampung, penempatan koil dan batang magnet bisa juga ditempatkan di dasar atau di permukaan laut.

5.4. Energi ganggang laut
            Alga atau dikenal sebagai tanaman ganggang termasuk tumbuhan yang bisa tumbuh di perairan mana saja. Selain tidak memerlukan air tawar untuk tumbuh, alga dapat ditanam di lahan yang tidak subur dan perairan laut dangkal yang banyak terdapat di Indonesia yang notabene beriklim tropis. Walaupun tidak memerlukan lahan luas, potensi hayati yang dimiliki alga dinilai luar biasa oleh para ahli biologi. Beberapa waktu lalu, pemerintah Amerika Serikat mengumumkan akan mengambil sumber hayati tersebut sebagai salah satu cadangan untuk menggantikan BBM fosil, yang dalam waktu tidak lama diperhitungkan akan habis dari perut bumi. Sebagaimana diketahui, mikroalga menggunakan sinar matahari, air, dan karbon dioksida untuk menghasilkan oksigen dan bioenergi melalui fotosintesis. Tanaman, yang tampak tumbuh di permukaan air, dapat dibudidayakan pada lahan marginal di kolam terbuka atau di mesin-mesin khusus yang disebut inkubasi photobioreactors, yang menggunakan emisi karbon dioksida dari industri makanan. Sesuai dengan hasil penelitian, ganggang disebut-sebut lebih produktif daripada tanaman lain karena mereka terus membuat bahan bakar terlepas dari cuacanya. Semua kebutuhan bahan bakar transportasi Amerika Serikat secara teori bisa dipenuhi ganggang yang dibudidayakan di suatu daerah seukuran negara Belgia. Tanaman itu merupakan salah satu 'generasi kedua' dari bioenergi, yang dirancang untuk mengatasi kekurangan bahan bakar dari biji-bijian.

Hebatnya, selain bisa dimanfaatkan sebagai bioenergi atau bahan bakar minyak, alga juga ternyata bisa menjadi sumber listrik yang potensial dan cukup berharga bagi kehidupan masa depan manusia. Para ahli bioelektro dari Stanford University, AS, dan Yonsei University, Seoul, Korea Selatan, beberapa waktu lalu, ternyata menemukan sumber energi listrik masa depan yang dihasilkan dari sel alga.
Minyak merupakan sumber energi utama di Indonesia. Pemakaiannya terus meningkat baik untuk komoditas ekspor yang menghasilkan devisa maupun untuk memenuhi kebutuhan energi dalam negeri. Sementara cadangannya terbatas sehingga pengelolaannya harus dilakukan seefisien mungkin. Karena itu, ketergantungan akan minyak bumi untuk jangka panjang tidak dapat dipertahankan lagi sehingga perlu ditingkatkan pemanfaatan energi baru dan terbarukan. Energi baru dan terbarukan adalah energi yang pada umumnya sumber daya nonfosil yang dapat diperbarui atau bisa dikelola dengan baik, maka sumber dayanya tidak akan habis. Sumber energi yang termasuk dalam energi baru dan terbarukan antara lain energi panas bumi, energi air, energi surya, energi angin, energi biomassa/biogas, energi samudra, fuel cell (sel bahan bakar), dan energi nuklir. Tetapi, tulisan ini hanya akan menyoroti sebagian saja[18].

6.      Energi Nuklir
Diantara pro dan kontra, energy nuklir dinilai merupakan salah satu solusi karena tingkat emisi CO2 nya yang rendah yaitu sebesar 25 gram CO2/kwh. Menurut skenario EBTKE, pada tahun 2025 energi nuklir menyumbangkan energy sebesar 55,8 juta SBM (Setara Barrel Minyak). Setelah melihat estimasi baik permintaan terbaik maupun pesimistis dan ketersediaan sumber energi fosil, peningkatan kebutuhan energi listrik nasional akan bisa diatasi sampai 2025.  Setelah itu, tantangan lebih berat akan datang pada saat kondisi buruk produksi batu bara tidak bisa naik dan malah berkurang. Untuk mengatasi hal ini, jauh sebelum kondisi buruk terjadi, pemerintah perlu melakukan penelitian, pengembangan, dan demonstrasi (PPD) energi nuklir dan energi terbarukan (ET). Pasalnya pada masa mendatang diperlukan pembangkit listrik ET dalam jumlah besar sehingga strategi PPD perlu segera dipastikan untuk mengatasi masalah ketersediaan energi listrik nasional dalam mendukung usaha peningkatan perekonomian nasional. Polemik energi nuklir memerlukan waktu yang panjang untuk diselesaikan sehingga target operasi PLTN bisa diundur sampai 2025-2030. PPD energi terbarukan perlu segera direalisasikan terutama sumber energi geotermal, matahari, dan bayu. Target kebutuhan kapasitas energi listrik 2025 akan lebih mudah dipenuhi dari pada 2050.  Meskipun sumber energi geotermal, matahari, dan bayu dikembangkan secara maskimal, total kapasitas ketiga energi tersebut ditambah sumber energi air dan energi hanya bisa mencapai sekitar 80 Gwe. Padahal estimasi terbaik sumber energi batu bara dan gas hanya sekitar 80 Gwe. Artinya hampir sama sehingga total kapasitas menjadi 160 Gwe pada 2050. Estimasi terbaik ini belum bisa memenuhi estimasi terburuk permintaan kapasitas energi listrik nasional sehingga diperlukan sumber energi nuklir sebesar paling tidak 40 Gwe. Kebutuhan kapasitas PLTN total 40 Gwe sulit direalisasikan selama polemik energi nuklir belum selesai. Bangsa ini memerlukan gotong royong semua energi yang dimiliki, untuk mewujudkan peningkatan perekonomian nasinal secara terus-menerus, paling tidak sampai 2050.
Indonesia saat ini boleh dibilang sedang krisis energi. pemakaian energi yg tiap tahun trus bertambah tidak diimbangi dengan pembangkit energi, malahan energi yg dihasilkan trus menurun karena faktor efisiensi dari pebangkit yg jg menurun. blom lagi kebanyakan energi Indonesia ditopang oleh bahan bakar fosil yg semakin hari harganya semakin melambung. Banyak energi alternatif seperti angin, matahari dan gelombang laut yang juga blom dimanfaatkan di Indonesia. tetapi jika dianfaatkanpun energi2 tersebut sangat fluktuatif, sehingga tidak dapat diharapkan kontinuitasnya. Energi nuklir yang banyak digunakan di negara2 maju asih blom ditrima di Indonesia dengan berbagai alasan. Padahal energi nuklir selain murah juga tidak ada emisi gas CO2 seperti pada pebangkit berbahan bakar fosil. Alasan mengenai limbah nuklir yg bisa mencemari lingkungan itu salah, karena limbah nuklir tidak pernah dibuang tetapi disimpan, dan libah nuklir sendiri masih bernilai ekonomis tinggi. bayangkan saja 1 gram Uranium dapat menghasilkan energi setara 10.000 ton batubara.  masalah lain yg sering diangkat juga mengenai bahaya radiasi. radiasi dari reaktor nuklir tidak lebih besar daripada radiasi pada televisi di rumah kita. Kebutuhan energi nasional dari tahun ke tahun semakin meningkat, terutama kebutuhan energi listrik. Peningkatan tersebut sejalan dengan laju pertumbuhan ekonomi, laju pertumbuhan penduduk, dan pesatnya perkembangan sektor industri. Untuk memenuhi kebutuhan energi nasional tidak cukup hanya mengandalkan sumber energi yang ada, karena sumber energi kita sudah banyak terkuras selama beberapa tahun terakhir.
Untuk itu, perlu mencari sumber sumber energi alternatif yang lain yang cukup potensial untuk menggantikannya, misalnya energi baru dan terbarukan[19]. Energi nuklir adalah energi baru yang perlu dipertimbangkan karena energi ini bisa menghasilkan energi yang dalam order yang besar sampai ribuan megawatt, tetapi harus memerhatikan beberapa aspek. Aspek itu antara lain aspek keselamatan, sosial, ekonomi, teknis, sumber daya manusia, dan teknologi. Program energi nuklir biasanya harus melalui beberapa tahapan yang terencana dan dilaksanakan secara berkesinambungan. Di samping kegiatan utama diperlukan juga kegiatan pendukung yang lain, misalnya, kegiatan penelitian/studi pengembangan teknologi nuklir, kegiatan/studi daur ulang bahan bakar nuklir, pengaturan/perizinan dalam bidang nuklir serta pendidikan dan pelatihan. Hal ini juga harus melibatkan beberapa institusi pemerintah, universitas, organisasi sosial, LSM, dan lain-lain.
Sebetulnya sejak tahun 1972 proyek studi energi nuklir sudah dipikirkan oleh badan pemerintah yang berkompeten di bidang ini, yaitu Batan. Hanya saja masih banyak kendalanya untuk diimplementasikan. Berdasarkan informasi pemasok PLTN besarnya biaya modal/investasi pada tahun 1992 untuk PLTN konvensional berbagai jenis dan ukuran (600-1.000 MW) berkisar 1.530-2.200 dollar/kW. Adapun biaya pembangkit tergantung kapasitasnya, yaitu kapasitas 600 MW biayanya berkisar 55,2-61,2 mills/kWh, kapasitas 900 MW biayanya berkisar 47,4-56,4 mills/kWh. Dari beberapa studi, harga bahan bakar hasilnya bervariasi, NEWJEC 1992 sebesar 5,9-6,6 mills/kWh, Batan 1992 sebesar 15 mills/kWh, dan Krebs et. Al/Siemens 1993 sebesar 11,2 mills/kWh, sedangkan biaya operasi dan pemeliharaan sebesar 77 dollar/kW.
7.      Energi air
Indonesia memiliki potensi besar untuk pengembangan pembangkit listrik tenaga air. Itu disebabkan kondisi topografi Indonesia bergunung dan berbukit serta dialiri oleh banyak sungai dan daerah daerah tertentu mempunyai danau/waduk yang cukup potensial sebagai sumber energi air. Pembangkit listrik tenaga air (PLTA) adalah salah satu teknologi yang sudah terbukti (proven), tidak merusak lingkungan, menunjang diversifikasi energi dengan memanfaatkan energi terbarukan, menunjang program pengurangan pemanfaatan BBM, dan sebagian besar memakai kandungan local. Besar potensi energi air di Indonesia adalah 74.976 MW, sebanyak 70.776 MW ada di luar Jawa, yang sudah termanfaatkan adalah sebesar 3.105,76 MW sebagian besar berada di Pulau Jawa. Pembangunan setiap jenis pembangkit listrik didasarkan pada kelayakan teknis dan ekonomis dari pusat listrik serta hasil studi analisis mengenai dampak lingkungan. Sebagai pertimbangan adalah tersedianya sumber energi tertentu, adanya kebutuhan (permintaan) energi listrik, biaya pembangkitan rendah, serta karakteristik spesifik dari setiap jenis pembangkit untuk pendukung beban dasar (base load) atau beban puncak (peak load). Selain PLTA, energi mikrohidro (PLTMH) yang mempunyai kapasitas 200-5.000 kW potensinya adalah 458,75 MW, sangat layak dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan tenaga listrik di daerah pedesaan di pedalaman yang terpencil ataupun pedesaan di pulau-pulau kecil dengan daerah aliran sungai yang sempit. Biaya investasi untuk pengembangan pembangkit listrik mikrohidro relatif lebih murah dibandingkan dengan biaya investasi PLTA. Hal ini disebabkan adanya penyederhanaan standar konstruksi yang disesuaikan dengan kondisi pedesaan. Biaya investasi PLTMH adalah lebih kurang 2.000 dollar/kW, sedangkan biaya energi dengan kapasitas pembangkit 20 kW (rata rata yang dipakai di desa) adalah Rp 194/kWh[20].

8.      Energi Biomassa
Biomassa merupakan sumber energi primer yang sangat potensial di Indonesia, yang dihasilkan dari kekayaan alamnya berupa vegetasi hutan tropika. Biomassa bisa diubah menjadi listrik atau panas dengan proses teknologi yang sudah mapan. Selain biomassa seperti kayu, dari kegiatan industri pengolahan hutan, pertanian dan perkebunan, limbah biomassa yang sangat besar jumlahnya pada saat ini juga belum dimanfaatkan dengan baik. Munisipal solid waste (MSW) di kota-kota besar merupakan limbah kota yang utamanya adalah berupa biomassa, menjadi masalah yang serius karena mengganggu lingkungan adalah potensi energi yang bisa dimanfaatkan dengan baik. Limbah biomassa padat dari sektor kehutanan, pertanian, dan perkebunan adalah limbah pertama yang paling berpotensi dibandingkan misalnya limbah limbah padi, jagung, ubi kayu, kelapa, kelapa sawit dan tebu. Besarnya potensi limbah biomassa padat di seluruh Indonesia adalah 49.807,43 MW.
Selain limbah biomassa padat, energi biogas bisa dihasilkan dari limbah kotoran hewan, misalnya kotoran sapi, kerbau, kuda, dan babi juga dijumpai di seluruh provinsi Indonesia dengan kuantitas yang berbeda-beda. Pemanfaatan energi biomassa dan biogas di seluruh Indonesia sekitar 167,7 MW yang berasal dari limbah tebu dan biogas sebesar 9,26 MW yang dihasilkan dari proses gasifikasi. Pada tahun 1995 Departemen Pertambangan dan Energi melaporkan dalam Rencana Umum Pengembangan Energi Baru dan Terbarukan bahwa produksi etanol sebagai bahan baku tetes mencapai 35-42 juta liter per tahun. Jumlah itu akan mencapai 81 juta liter per tahun bila seluruh produksi tetes digunakan untuk membuat etanol. Saat ini sebagian dari produksi tetes tebu Indonesia diekspor ke luar negeri dan sebagian lagi dimanfaatkan untuk keperluan industri selain etanol. Biaya investasi biomassa adalah berkisar 900 dollar/kW sampai 1.400 dollar/kW dan biaya energinya adalah Rp 75/kW-Rp 250/kW[21].

9.      Sel Bahan Bakar (Fuel Cell)
Bahan baku utama sebagai sumber energi sel bahan bakar adalah gas hidrogen. Gas hidrogen dapat langsung digunakan dalam pembangkitan energi listrik dan mempunyai kerapatan energi yang tinggi. Beberapa alternatif bahan baku seperti methane, air laut, air tawar, dan unsur-unsur yang mengandung hidrogen dapat pula digunakan namun diperlukan sistem pemurnian sehingga menambah jumlah cost system pembangkitnya. Biaya investasi belum bisa diketahui karena masih banyak penelitian yang sangat bervariasi yang belum bisa dipakai sebagai patokan[22].

3.2.HARAPAN DIVERSIFIKASI ENERGI

Padahal dalam Renewables Global Status Report 2010, terlihat bahwa dalam skala global terjadi peningkatan kapasitas yang signifikan yang menggambarkan keberanian banyak Negara mengambil peran dalam menguasai teknologi energy terbarukan. Keberanian tersebut beralasan mengingat trend harga minyak yang terus naik. Sehingga jelas mengindikasikan energy baru terbarukan akan memainkan peran penting dalam waktu yang tidak lama lagi. Pemerintah perlu memberikan perhatian nyata dalam investasi energy baru terbarukan sehingga tidak hanya sebagai pengguna ketika energy ini memainkan peranannya. Berbagai rangsangan dan kemudahan perlu dibuka agar sektor swasta tertarik masuk ke sektor ini. Memang banyak dari sumber energy tersebut belum menemui harga keekonomiannya, karena harga minyak masih lebih kompetitif. Tapi saat ini merupakan saat tertepat untuk memulai agar Indonesia tidak terlambat dan hanya masuk sebagai good user seperti cerita minyak.
Investasi teknologi adalah suatu keniscayaan agar Indonesia mampu memiliki kemandirian energy. Peluang besar terbuka di sektor energi terbarukan seperti Sel Surya, Geothermal, Mikrohidro, Bioenergi ataupun angin. Pastinya kita akan sangat bangga melihat anak bangsa memasang pembangkit panas bumi atau produk energy baru terbarukan lainnya di Amerika Serikat, Eropa atau negeri lainnya. Sesudah sekian lama ladang minyak dalam negeri justru dikelola oleh Chevron, Exxon, Petrochina dan lainnya. Sedangkan sebagai pemilik, anak bangsa Indonesia hanya menjadi buruh yang bekerja di garda depan menantang maut, atau yang lebih miris  sebagai penduduk diluar tembok yang mengais sisa-sisa eksplorasi kekayaan alamnya sendiri.

3.3.       PENERAPAN DIVERSIFIKASI DI INDONESIA

Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki komitmen tinggi untuk mengurangi emisi gas rumah kaca. Sebelum Konferensi Perubahan Iklim di Kopenhagen, Denmark, Indonesia telah menetapkan target reduksi emisi sebesar seperempat dari level yang ada pada saat ini sampai dengan tahun 2020. Hal ini memiliki konsekuensi pada kebutuhan untuk mengembangkan efisiensi energi dalam berbagai sektor pembangunan dan kehidupan masyarakat. Usaha untuk mencapai pemakaian energi yang efisien di Indonesia menghadapi tantangan yang cukup berat. Data Statistik Ekonomi Energi Kementerian ESDM menggambarkan bahwa elastisitas pertumbuhan konsumsi energi terhadap Pertumbuhan Domestik Bruto (PDB) rata-rata dalam rentang tahun 1991-2005 mencapai 2,02. Angka tersebut menunjukkan bahwa pertumbuhan PDB masih bergantung pada pertumbuhan konsumsi energi yang besar (elastisitas energi yang diharapkan kurang dari 1, yang menunjukkan tingkat efisiensi tinggi). Walaupun intensitas penggunaan energi relatif tinggi, namun konsumsi energi per kapita di Indonesia relatif rendah. Indeks intensitas energi Indonesia mencapai 470, sementara konsumsi energi per kapita adalah 0,467. Bandingkan dengan Jepang, intensitas energi 92,8 sementara konsumsi energi per kapita-nya adalah 4,14. Angka tersebut memperkuat gambaran bahwa penggunaan energi di Indonesia belum produktif dan belum merata. Untuk mengembangkan efisiensi energi, selain mendorong pertumbuhan ekonomi, Indonesia juga harus mengurangi pertumbuhan konsumsi energi. Pengurangan angka pemakaian energi adalah dengan melakukan langkah efisiensi, konservasi dan diversifikasi energi. Hal ini menuntut peran para pihak secara luas, terutama sektor-sektor yang mengkonsumsi energi dalam skala besar.
Langkah efisiensi energi tersebut sangat penting agar sumber daya yang terbatas bisa digunakan untuk kepentingan masyarakat luas, terutama bagi masyarakat yang belum beruntung mendapatkan pelayanan energi. Dalam konteks perubahan iklim, langkah efisiensi energi ini adalah bagian dari komitmen bersama dalam mengurangi laju emisi global, dimana Indonesia merupakan salah satu negara emiter terbesar. Saat ini, sektor ketenagalistrikan merupakan tulang punggung dari mesin pertumbuhan ekonomi nasional. Sektor ini menjadi salah satu konsumen energi fosil terbesar, dimana 38% total emisi karbondioksida dunia berasal dari sektor ketenagalistrikan. Pemerintah Indonesia menyadari bahwa agenda efisiensi energi adalah agenda yang mendesak. Agenda ini tidak akan berjalan tanpa dukungan dari konsumen listrik untuk melak ukan penghematan dari sisi permintaan, baik konsumen skala industri maupun rumah tangga.  Upaya ini juga bukanlah suatu hal yang mudah. Kompleksitas masalah dalam pengembangan hemat energi ini menyangkut masalah struktural seperti integrasi kebijakan hemat energi dalam kerangka umum pengembangan energi nasional serta investasi yang masih rendah di sektor ketenagalistrikan.

      Sementara itu, penghematan energi pada sektor industri juga membutuhkan investasi besar dalam perubahan teknologi yang lebih ramah lingkungan. Gaya hidup dan budaya masyaakat yang masih boros energi merupakan salah satu masalah pening yang perlu diatasi. Langkah hemat energi tidak mungkin bisa tercapai hanya dengan mengandalkan peran pemerintah saja, namun harus menjadi gerakan masyarakat untuk mempromosikan gaya hidup hemat energi sebagai bagian dari budaya masyarakat. Hal tersebut juga perlu didukung melalui pengembangan pengetahuan untuk promosi produk-produk hemat energi yang mampu menjangkau masyarakat luas.
Dua buah isu global yang sering diperbincangkan masyarakat Indonesia dan dunia adalah mengenai krisis energi dan pemanasan global. Krisis energi yang dampaknya langsung bisa dirasakan adalah tingginya harga bahan bakar. Hal ini didorong oleh kenyataan bahwa kebutuhan (konsumen) terhadap bahan bakar semakin meningkat dengan pesat, sementara itu sumbernya makin berkurang. Sebagai konsenkuensi logis, tanpa bahan baku energi kehidupan ini tidak ada. Selain itu, penggunaan bahan bakar juga berdampak bagi bumi kita. Penggunaan bahan bakar dari minyak dan batu bara disinyalir sebagai penyebab utama terjadinya pemanasan global.
Apakah negara kita sudah mulai sadar akan krisis energi yang mengancam keterlangsungan kehidupan ini? Pertanyaan itu harus muncul dan ada di setiap pikiran mayarakat Indonesia. Sepertinya slogan dan semboyan hemat energi di negara kita sudah tidak kurang-kurangnya didengung-dengungkan. Baik melalui spanduk, papan reklame atau bahkan acara-acara promosi di media massa seperti koran dan televisi. Tetapi kalau melihat kondisi kenyataan kehidupan sehari-hari sepertinya perilaku kita masih jauh dari sadar apalagi peduli terhadap krisis energi ini. Contoh sederhana adalah semakin meningkatnya tingkat penggunaan kendaraan pribadi dibandingkan transportasi massal yang handal dan baik. Meningkatnya jumlah kendaraan yang melintas di jalan raya, selain memberikan dampak kemacetan yang berujung kepada pemborosan waktu kerja efektif juga memberikan dampak luar biasa terhadap cadangan energi berupa bahan bakar solar dan premium di pasaran. Ketika setiap keluarga atau bahkan anggota keluarga memiliki satu buah kendaraan dapat dibayangkan betapa besar konsumsi bahan bakar per harinya jika dibandingkan dengan angkutan massal semisal kereta api yang dengan satu armada dapat mengangkut banyak orang dengan waktu yang sama. Prilaku ini kemudian diperparah dengan masih merajalelanya tingkat penebangan hutan secara liar tanpa memperhatikan usaha penghijauan dan reboisasi.
Sumber energi berupa kayu pun tengah berada pada krisis yg mengerikan. Belum lagi pencemaran sumber air bersih menjadi masalah yang belum terselesaikan dalam agenda pembangunan nasional. Padahal negara-negara di sekitar garis khatulistiwa termasuk Indonesia merupakan produsen terbesar kayu dunia, bisa dibayangkan jika sumber cadangan kayu utama dunia saja sudah terancam habis apa yang bisa diharapkan untuk menyambung keterlangsungan hidup. Saat ini banyak negara di dunia yang sudah mulai sadar dan khawatir akan krisis energi yang mengerikan ini. Sehingga tidak ada jalan lain yang bisa ditempuh kecuali dua hal utama yaitu gerakan penghematan energi dan program penemuan sumber energi baru. Dua program besar inilah saat ini menjadi perhatian besar bagi beberapa Negara maju seperti Jepang, Amerika, Jerman dan lain-lain. Dalam usaha penghematan energi negara Jepang dapat menjadi prototipe dan contoh bagi negara-negara di dunia termasuk Indonesia. Beberapa prilaku yang mencerminkan kesadaran akan hemat energi terlihat bukan hanya dalam sikap tetapi juga dalam pola pikir masyarakatnya. Mereka sangat concern terhadap pemasalahan energi ini. Gerakan hemat listrik, hemat air, hemat bahan baku tidak hanya menghiasi layar televisi tetapi sudah mampu dicerna dan diserap oleh masyarakat yang kemudian menjadi dasar mereka untuk bertindak.
Program penanaman kesadaran ini ternyata menjadi salah satu titik berat kurikulum pendidikan dari tingkat yang paling bawah. Bagaimana siswa ditanamkan dan dicontohkan cara berhemat listrik, cinta kebersihan, menyayangi lingkungan dan lain lain. Usaha edukasi ini ternyata berhasil meresap dan menjiwai mereka walaupun telah menjadi dewasa bahkan ketika telah beranjak tua. Sehingga, pendidikan sejak dini, penanaman kesadaran sangat penting untuk memulai program besar tersebut.. Sebagai negara agraris Indonesia menjadi negara yang sangat potensial dalam pengembangan teknologi biomassa ini. Bahan bakar bio-mass diperoleh dari pengolahan sumber-sumber energi organik sepertii jagung, ketela, pohon jarak, gandum dan lain-lain. Walaupun belum terbukti secara jelas tekonologi biomassa mampu menjadi alternatif sumber energi baru tetapi setidaknya pengembangan teknologi ini memberikan sedikit harapan ditemukannya sumber energi alternatif.
Teknologi sel solar, Jepang telah berhasil mengembangkan teknologi ini dan juga menerapkan di berbagai kehidupan seperti ponsel sel solar, kemudian sumber energi listrik untuk titik-titik service area di jalan tol, penerangan lampu jalanan, dan lain-lain. Tetapi sepertinya teknologi sel solar diprediksi kurang mampu menjadi alternatif sumber energi massal dunia, sehingga teknologi ini diarahkan kepada beberapa sektor yang tidak memerlukan banyak energi, seperti service area (tempat peristirahatan) di jalan tol, rumah-rumah pribadi dan lain lain. Teknologi ini lebih tepatnya menjadi pendukung ditemukannya sumber energi massal lainnya yang lebih andal dan dapat diproduksi secara besar-besaran. Gerakan hemat energi dan juga semangat penemuan sumber energi baru harus menjadi agenda penting pembangunan ke depan. Tugas penyelamatan bumi dari krisis energi menjadi tanggung jawab semua manusia yang berada di muka bumi ini, termasuk Indonesia sebagai salah satu negara sumber energi dunia.dapat dihasilkan oleh pembangkit jenis ini.

BAB IV
PENUTUP

4.1. KESIMPULAN

Berikut ini adalah beberapa kesimpulan yang dapat diambil dari penulisan makalah ini:
  1. Indonesia merupakan Negara yang kaya akan cadangan energy namun terjadi pemborosan energy dikarenakan : perilaku atau gaya hidup masyarakat, kemampuan daya beli masyarakat, dan manajemen energi yang dilakukan oleh pemerintah.
  2. Indonesia harus segera mengalihkan fokus pengelolaan energi fosil ke energi alternatif , serta memberdayakan potensi energi lainnya.
  3. mahasiswa perlu mengawal dan mengkritisi, serta mengusulkan solusi mengenai apa yang telah dilakukan oleh pemerintah dalam mendiversifikasikan penggunaan energi, agar para mahasiswa tak mengulangi kesalahan yang sama di masa mendatang. Segala upaya ini harus dilakukan bersama dan secara sinergis dalam rangka menuju kemandirian energi Indonesia, untuk mewujudkan Indonesia yang sejahtera, adil, dan makmur.
  4. Penggunaan energy baru terbarukan selain untuk mengurangi ketergantungan akan sumber energy fosil juga karena tuntutan akan komitmen atas penggunaan energy bersih berdasarkan  Protokol Tokyo.
  5. Beberapa energi yang dapat mendukung proses pendisversifikasian energi di Indonesia adalah : energi geothermal, energi surya, energi mikrohidro, energi angin, energi tenaga laut, energi nuklir, energi biomassa, sel bahan bakar dan energi air.

4.2.SARAN

1.      Pemerintah sebaiknya sangat berperan aktif dalam mendukung proses diversifikasi energi, serta mendukung pengembangan penerapan energi baru dan terbarukan.
2.      Masyarakat juga harus berperan aktif dalam mengurangi energgi fosil, menghemat pemakaian energi dan mendukung pengembangan energi terbarukan dan turut mengunakannya.


DAFTAR PUSTAKA

Ratag, M.A. 2001. Model Iklim Global dan Area Terbatas serta Aplikasinya di Indonesia. Paper disampaikan pada Seminar Sehari Peningkatan Kesiapan Indonesia dalam Implementasi Kebijakan Perubahan Iklim. Bogor, 1 November 2001.

DGEED (Directorate General of Electricity and Energy Development), 2000: Statistik dan Informasi Ketenagalistrikan dan Energi (Statistics and Information of Electric Power and Energy), Jakarta.

Direktur Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi, Undang-Undang Republik IndonesiaNomor 30 Tahun 2007 Tentang Energi, Sosialisasi Undang-Undang Tentang Energi, Surabaya, 14 Oktober 2008
Kementrian ESDM, RUKN 2006-2026, Jakarta 2007.

 Djiteng Marsudi, Pembangkitan Energi Listrik. Erlangga. 2005, Jakarta.



[1] Wood Mackenzie, December 2009
[2] MT Zen, 2005
[3] Departemen ESDM RI, 2008
[4] Wood Mackenzie, December 2009
[5] Analisis Centre For Strategic And International Studies vol.36, No.1
[6] Brian Yuliarto, “Gagalnya Kebijakan Energi”, 2010
[7] Hanan Nugroho, Perencana/Ekonom Energi Bappenas, “Pengembangan Industri Hilir Gas Bumi Indonesia: Tantangan dan Gagasan”, 2004
[8] TEMPO Interaktif, 6 Mei 2007
[9] BP, 2006
[10] Kementerian ESDM, 2006
[11] Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, 2005
[12] Geller, 2006
[13] Brian Yuliarto, “Gagalnya Kebijakan Energi”, 2010
[14] Maria Hardayanto Hadapi Krisis Energi” http://ekonomi.kompasiana.com/bisnis/2011/02/25/hadapi-krisis-energi-indonesia-siapkan-bauran-energi-2025/

[15] Maria Hardayanto Hadapi Krisis Energi http://ekonomi.kompasiana.com/bisnis/2011/02/25/hadapi-krisis-energi-indonesia-siapkan-bauran-energi-2025/

[16] Nenny Miryani Saptadji (pengajar ITB ;LPPM ITB)

[17] fireforce.unoTurbin angin di Indonesia http://nextdaytechnology.blogspot.com/2010/06/wind-turbine-atau-turbin-angin-adalah.html

[18] Y Paonganan (Direktur Eksekutif Indonesia Maritime Institute)”ocean energy” http://www.mediaindonesia.com/read/2011/03/25/212887/68/11/Ocean-Energy-Solusi-Krisis-Energi
[19] Antaranews.com”PLTN solusi terbaik” http://www.antaranews.com/view/?i=1245152749&c=TEK&s=TKN
[20] Firman sasongko”listrik tenaga air” http://konversi.wordpress.com/2010/05/01/sekilas-mengenai-pembangkit-listrik-tenaga-air-plta/
[21] Deutsche-welle”biomassa energi ternarukan” http://www.dw-world.de/dw/article/0,,3057079_page_2,00.html
[22] Koran anak Indonesia”sel bahan bakar” http://b0cah.org/index.php?option=com_content&task=view&id=522&Itemid=40